Ditilik dari silsilah keturunan
dan cikal bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum Bangsa Arab menjadi Tiga
bagian, yaitu :
1.
Arab Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab terdahulu yang sejarahnya
tidak bisa
dilacak
secara rinci dan komplit. Seperti Ad, Tsamud, Thasn, Judais, Amlaq dan
lain-lainnya.
2.
Arab Aribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan
Ya’rub bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah.
3.
Arab Musta’ribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari
keturunan Isma’il, yang disebut pula Arab Adnaniyah.
1. SISTEM POLITIK DAN
KEMASYARAKATAN
a. Kondisi Politik
Bangsa Arab sebelum islam,
hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri sendiri-sendiri. Satu sama
lain kadang-kadang saling bermusuhan. Mereka tidak mengenal rasa ikatan
nasional. Yang ada pada mereka hanyalah ikatan kabilah. Dasar hubungan dalam
kabilah itu ialah pertalian darah. Rasa asyabiyah (kesukuan)
amat kuat
dan mendalam pada mereka, sehingga bila mana terjadi salah seorang di antara
mereka teraniaya maka seluruh anggota-anggota kabilah itu akan bangkit
membelanya. Semboyan mereka “ Tolong saudaramu, baik dia menganiaya atau
dianiaya “.
Pada
hakikatnya kabilah-kabilah ini mempunyai pemuka-pemuka yang memimpin kabilahnya
masing-masing. Kabilah adalah sebuah pemerintahan kecil yang asas eksistensi
politiknya adalah kesatuan fanatisme, adanya manfaat secara
timbal balik untuk menjaga daerah dan menghadang musuh dari luar kabilah.
Kedudukan
pemimpin kabilah ditengah kaumnya, seperti halnya seorang raja. Anggota kabilah
harus mentaati pendapat atau keputusan pemimpin kabilah. Baik itu seruan damai
ataupun perang. Dia mempunyai kewenangan hukum dan otoritas pendapat, seperti
layaknya pemimpin dictator yang perkasa. Sehingga adakalanya jika seorang
pemimpin murka,
sekian ribu mata pedang ikut bicara, tanpa perlu bertanya apa yang membuat
pemimpin kabilah itu murka.
Kekuasaan
yang berlaku saat itu adalah system dictator. Banyak hak yang terabaikan.
Rakyat bisa diumpamakan sebagai ladang yang harus mendatangkan hasil dan
memberikan pendapatan bagi pemerintah. Lalu para pemimpin menggunakan kekayaan
itu untuk foya-foya mengumbar syahwat, bersenang-senang, memenuhi kesenangan
dan kesewenangannya. Sedangkan rakyat dengan kebutaan semakin terpuruk dan
dilingkupi kezhaliman dari segala sisi. Rakyat hanya bisa merintih dan
mengeluh, ditekan dan mendapatkan penyiksaan dengan sikap harus diam, tanpa
mengadakan perlawanan sedikitpun.
Kadang
persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin yang memakai sistem keturunan
paman kerap membuat mereka bersikap lemah lembut, manis dihadapan orang
banyak, seperti bermurah hati, menjamu tamu, menjaga kehormatan, memperlihatkan
keberanian, membela diri dari serangan orang lain, hingga tak jarang mereka
mencari-cari orang yang siap memberikan sanjungan dan pujian tatkala berada
dihadapan orang banyak, terlebih lagi para penyair yang memang menjadi
penyambung lidah setiap kabilah pada masa itu, hingga kedudukan para penyair
itu sama dengan kedudukan orang-orang yang sedang bersaing mencari simpati.
b. Kondisi Masyarakat
Dikalangan Bangsa Arab terdapat
beberapa kelas masyarakat. Yang
kondisinya berbeda antara yang satu dengan yang lain. Hubungan seorang keluarga
dikalangan bangsawan sangat diunggulkan dan diprioritaskan, dihormati dan
dijaga sekalipun harus dengan pedang yang terhunus dan darah yang tertumpah.
Jika seorang ingin dipuji dan menjadi terpandang dimata bangsa Arab karena
kemuliaan dan keberaniannya, maka dia harus banyak dibicarakan kaum wanita.
Karena
jika seorang wanita menghendaki, maka dia bisa mengumpulkan beberapa kabilah
untuk suatu perdamaian, dan jika wanita itu mau maka dia bisa menyulutkan api
peperangan dan pertempuran diantara mereka. Sekalipun begitu, seorang laki-laki
tetap dianggap sebagai pemimpin ditengah keluarga, yang tidak boleh dibantah
dan setiap perkataannya harus dituruti. Hubungan laki-laki dan wanita harus
melalui persetujuan wali wanita.
Begitulah
gambaran secara ringkas kelas masyarakat bangsawan, sedangkan kelas masyarakat
lainnya beraneka ragam dan mempunyai kebebasan hubungan antara laki-laki dan
wanita.
Para wanita dan laki-laki begitu bebas bergaul, malah
untuk berhubungan yang lebih dalam pun tidak ada batasan. Yang lebih parah
lagi, wanita bisa bercampur dengan lima orang atau lebih laki-laki sekaligus.
Hal itu dinamakan hubungan poliandri. Perzinahan mewarnai setiap
lapisan masyarakat. Semasa itu, perzinahan tidak dianggap aib yang mengotori
keturunan.
Banyak hubungan antara wanita dan laki-laki yang diluar
kewajaran, seperti :
1. Pernikahan secara spontan, seorang laki-laki
mengajukan lamaran kepada laki-laki lain yang menjadi wali wanita, lalu dia
bisa menikahinya setelah menyerahkan mas kawin seketika itu pula.
2.
Para laki-laki bisa mendatangi wanita sekehendak hatinya. Yang disebut wanita
pelacur.
3.
Pernikahan Istibdha’, seorang laki-laki menyuruh istrinya
bercampur kepada laki-laki lain hingga mendapat kejelasan bahwa istrinya hamil.
Lalu sang suami mengambil istrinya kembali bila menghendaki, karena sang suami
menghendaki kelahiran seorang anak yang pintar dan baik.
4.
Laki-laki dan wanita bisa saling berhimpun dalam berbagai medan peperangan.
Untuk pihak yang menang, bisa menawan wanita dari pihak yang kalah dan
menghalalkannya menurut kemauannya.
Banyak
lagi hal-hal yang menyangkut hubungan wanita dengan laki-laki yang diluar
kewajaran. Diantara kebiasaan yang sudah dikenal akrab pada masa jahiliyah
ialah poligami tanpa da batasan maksimal, berapapun banyaknya istri yang
dikehendaki. Bahkan mereka bisa menikahi
janda bapaknya, entah karena dicerai atau karena ditinggal mati. Hak perceraian
ada ditangan kaum laki-laki tanpa ada batasannya.
Perzinahan
mewarnai setiap lapisan mayarakat, tidak hanya terjadi di lapisan tertentu atau
golongan tertentu. Kecuali hanya sebagian kecil dari kaum laki-laki dan wanita
yang memang masih memiliki keagungan jiwa.
Ada pula kebiasaan diantara mereka yang mengubur
hidup-hidup anak perempuannya, karena takut aib dan karena kemunafikan. Atau
ada juga yang membunuh anak laki-lakinya, karena takut miskin dan lapar. Disini
kami tidak bisa menggambarkannya secara detail kecuali dengan ungkapan-ungkapan
yang keji, buruk, dan menjijikkan.
Secara garis besar, kondisi masyarakat mereka bisa
dikatakan lemah dan buta. Kebodohan mewarnai segala aspek kehidupan, khurafat
tidak bisa dilepaskan, manusia hidup layaknya binatang. Wanita
diperjual-belikan dan kadang-kadang diperlakukan layaknya benda mati. Hubungan
ditengah umat sangat rapuh dan gudang-gudang pemegang kekuasaan dipenuhi
kekayaan yang berasal dari rakyat, atau sesekali rakyat dibutuhkan untuk
menghadang serangan musuh.[1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar