BAB I
PENDAHULUAN
Asy`ariyah adalah sebuah paham aqidah yang dinisbatkan
kepada Abul Hasan Al-Asy`ariy. Beliau lahir di Bashrah tahun 260 Hijriyah
bertepatan dengan tahun 935 Masehi. Beliau wafat di Bashrah pada tahun 324 H /
975-6 M.Awalnya Al-Asy`ari pernah belajar kepada Al-Jubba`i, seorang tokoh dan
guru dari kalangan Mu`tazilah. Sehingga untuk sementara waktu, Al-Asy`ariy
menjadi penganut Mu`tazilah, sampai tahun 300 H. Namun setelah beliau mendalami
paham Mu`tazilah hingga berusia 40 tahun, terjadilah debat panjang antara dia
dan gurunya, Al-Jubba`i dalam berbagai masalah terutama masalah Kalam. Debat
itu membuatnya tidak puas dengan konsep Mu`tazilah dan dua pun keluar dari
paham itu kembali ke pemahanan Ahli Sunnah Wal Jamaah.
Al-Asy`ariyah membuat sistem hujjah yang dibangun
berdasarkan perpaduan antara dalil nash (naql) dan dalil logika (`aql). Dengan
itu belaiu berhasil memukul telak hujjah para pendukung Mu`tazilah yang selama
ini mengacak-acak eksistensi Ahlus Sunnah. Bisa dikatakan, sejak berdirinya
aliran Asy`ariyah inilah Mu`tazilah berhasil dilemahkan dan dijauhkan dari
kekuasaan. Setelah sebelumnya sangat berkuasa dan melakukan penindasan terhadap
lawan-lawan debatnya termasuk di dalamnya Imam Ahmad bin Hanbal.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Awal mula munculnya aliran Asy’ary
Aliran Al-Asy’ariyah dibentuk oleh Abu Al-Hasan ‘Ali
Ibn Isma’il Al-Asy’ari yang lahir di Basrah pada tahun 873 Masehi dan wafat
pada tahun 935 Masehi. Beliau masih keturunan Abu Musa Al-Asy’ari, seorang duta
perantara dalam perseteruan pasukan Ali dan Mu’awiyah.
Sejak kecil ia berguru pada syech Al-Jubba’i seorang
tokoh mu’tazilah yang sangat terkenal. Ia adalah murid yang cerdas dan ia
menjadi kebanggaan gurunya dan seringkali ia mewakili gurunya untuk acara bedah
ilmu dan diskusi. Dengan ilmu ke-mu’tazilahannya, ia gencar menyebar luaskan
paham mu’tazilah dengan karya-karya tulisnya.
Karena tidak sepaham dengan gurunya dan ketidak puasannya terhadap aliran Mu’tazilah, walaupun ia sudah menganut paham Mu’tazilah selama 40 tahun, maka ia membentuk aliran yang dikenal dengan namanya sendiri pada tahun 300 Hijriyah.Ketidak-puasan Al-Asy’ari terhadap aliran Mu’tazilah diantaranya adalah :
Karena tidak sepaham dengan gurunya dan ketidak puasannya terhadap aliran Mu’tazilah, walaupun ia sudah menganut paham Mu’tazilah selama 40 tahun, maka ia membentuk aliran yang dikenal dengan namanya sendiri pada tahun 300 Hijriyah.Ketidak-puasan Al-Asy’ari terhadap aliran Mu’tazilah diantaranya adalah :
a. Karena adanya keragu-raguan dalam diri Al-Asy’ari yang
mendorongnya untuk keluar dari paham Mu’tazilah.Menurut Ahmad Mahmud Subhi,
keraguan itu timbul karena ia menganut madzhab Syafi’i yang mempunyai pendapat
berbeda dengan aliran Mu’tazilah, misalnya syafi’i berpendapat bahwa Al-Qur’an
itu tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim dan bahwa Tuhan dapat dilihat di
akhirat nanti. Sedangkan menurut paham Mu’tazilah, bahwa Al-Qur’an itu bukan
qadim akan tetapi hadits dalam arti baru dan diciptakan Tuhan dan Tuhan
bersifat rohani dan tidak dapat dilihat dengan mata.
b. Menurut Hammudah Ghurabah, ajaran-ajaran yang
diperoleh dari Al-Juba’i, menimbulkan persoalan-persoalan yang tidak mendapat
penyelesaian yang memuaskan, misalnya tentang mukmin, kafir dan anak kecil.
Puncak perselisihan antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah dalam masalah keadilan Tuhan adalah ketika Mu’tazilah tidak mampu menjawab kritik yang dilontarkan Asy’ariyah, bahwa jika keadilan mencakup iktiar, baik dan buruk logistik serta keterikatan tindakan Tuhan dengan tujuan-tujuan semua tindakan-Nya, maka pendapat ini akan bertentangan dengan ke-Esaan tindakan Tuhan (Tauhid fil Af’al) bahkan bertentang dengan ke-Esaan Tuhan itu sendiri. Karena ikhtiar menurut Mu’tazilah merupakan bentuk penyerahan ikhtiar yang ekstrim dan juga menafikan ikhtiar dari Dzat-Nya.
Puncak perselisihan antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah dalam masalah keadilan Tuhan adalah ketika Mu’tazilah tidak mampu menjawab kritik yang dilontarkan Asy’ariyah, bahwa jika keadilan mencakup iktiar, baik dan buruk logistik serta keterikatan tindakan Tuhan dengan tujuan-tujuan semua tindakan-Nya, maka pendapat ini akan bertentangan dengan ke-Esaan tindakan Tuhan (Tauhid fil Af’al) bahkan bertentang dengan ke-Esaan Tuhan itu sendiri. Karena ikhtiar menurut Mu’tazilah merupakan bentuk penyerahan ikhtiar yang ekstrim dan juga menafikan ikhtiar dari Dzat-Nya.
Dalam pandangan Asy’ariyah, Tuhan itu adil, sedangkan
pandangan Mu’tazilah standar adil dan tidak adil dalam pandangan manusia untuk
menghukumi Tuhan, sebab segala sesuatu yang bekenaan dengan kebaikan manusia
hukumnya wajib bagi Allah.
Tetapi bagaimanapun Al-Asy’ari meninggalkan paham
Mu’tazilah ketika golongan ini sedang berada dalam fase kemunduran dan
kelemahan. Setelah Al-Mutawakkil membatalkan putusan Al-Ma’mun tentang
penerimaan aliran Mu’tazilah sebagai madzhab Negara, kedudukan kaum Mu’tazilah
mulai menurun, apalagi setelah Al-Mutawakkil mengunjukan sikap penghargaan dan
penghormatan terhadap diri Ibn Hanbal, lawan Mu’tazilah terbesar waktu itu.
Dalam suasana demikianlah Al-Asy’ari keluar dari
golongan Mu’tazilah dan menyusun teologi baru yang sesuai dengan aliran orang
yang berpegang kuat pada hadits. Disini timbul pertanyaan, apakah tidak mungkin
bahwa Al-Asy’ari meninggalkan paham Mu’tazilah karena melihat bahwa aliran
Mu’tazilah tidak dapat diterima umumnya umat Islam yang bersifat sederhana
dalam pemikiran-pemikiran ? Dan pada waktu itu tidak ada aliran teologi lain
yang teratur sebagai gantinya untuk menjadi pegangan mereka. Dengan kata lain,
tidaklah mungkin bahwa Al-Asy’ari melihat bahayanya bagi umat Islam kalau
mereka ditinggalkan tidak mempunyai pegangan teologi yang teratur.
Rasanya hal inilah, ditambah dengan perasaan syak
tersebut diatas yang mendorong Al-Asy’ari untuk meninggalkan ajaran-ajaran
Mu’tazilah dan membentuk teologi baru setelah puluhan tahun ia menjadi penganut
setia aliran Mu’tazilah.
Sebab lain ialah adanya perpecahan yang dialami kaum
muslimin yang bias menghancurkan mereka kalau tidak segera diakhiri.sebagai
seorang muslim yang sangat gairah terhadap keutuhan kaum muslimin ia sangat
menghawatirkan al-Quran dan hadits menjadi kurban paham-paham kaum mu’tazilah,
yang menurut pendapatnya tidak dapat dibenarkan, karena didasarkan atas
pemujaan akal-fikiran., sebagai mana juga dikhawatirkan menjadi korban sikap
ahli hadits anthropomorphosist yang hanya memegangi nas-nas dengan meninggalkan
jiwanya dan hamper-hampir menyeret islam kepada kelemahan kekuatan yang tidak
dapat dibenarkan agama. Al-Asy’ary karenanya mengambil jalan tengah antara
golongan yang rasionalis dan golongan textualis yang ternyata jalan tersebut
dapat diterima oleh mayoritas kaum muslim.
B. Mazhab Dan Corak Pemikirannya
Dua corak yang dilihatkannya berlawanan pada diri
asy’ary, tetapi sebenarnya saling melengkapi.Pertama: ia berusaha mendekati
orang-orang aliran fiqih sunni, sehingga ada yang mengatakan ia bermazhab
syafi’iy. Yang lain mengatakan, ia bermazhab maliki. Lainnya lagi mengatakan
bahwa ia bermazhab hanbali.Kedua: adanya keinginan menjauhi aliran-aliran fiqh.
Dua hal tersebut adalah akibat pendekatan diri kepada
aliran-aliran (mazhab) fiqih sunni dan keyakinan adanya kesatuan aliran-aliran
tersebut dalam soal-soal kecil (furu’) karena itu menurut Al-Asy’ry, semua
orang yang berijtihad adalah benar. Jadi dapat kita bedakan menjadi dua yakni :
a. Corak teologi al Asy’ary adalah “teosentris” berpusat
pada tuhan dan keadikodratinya. Sisi positif dari corak ini adalah terbebasnya
dari dilema teologis seperti masalah keadilan, janji dan ancaman tuhan, nikmat,
bencana, dll. Namun ada pula sisi yang kurang menguntungkan, antara lain:
rendahnya status “iradah” manusia terhadap perbuatannya, yang hal ini kurang
memberikan kepuasan intelektual. Menyadari masalah ini, Al-Asy’ary memang
mencoba mencari jalan keluar dengan “nadhariyat al kasb”. Tetapi hasilnya,
menurut sementara ahli hanyalah pengulangan dari teologi jabariyah yang
disajikan dalam kemasan baru.
b. Corak lain dari teologi al-asy’ary adalah
interpretasinya terhadap teks-teks wahyu”tekstual” dengan penafsiran yang verbalistik-formalistik.
Hal ini merupakan perbedaan terpenting antara corak mu’tazilah dengan kalangan ahli hadits (dimana asy’ary merupakan pembelanya). Hingga ajaran ajaran yang dikemukakan al Asy’ ary pada gilirannya membentuk aliran teologi yang dikenal dengan nama al Asy’ariyyah. Diantara pemuka al-Asy’ariyyah yang terkenal selain Asy’ary adalah Abu Bakar al Baqillani (wafat 1013),imam al Haramain al juwany (wafat 1085), dan Abu Hamid al Ghazali (wafat 1111).
Hal ini merupakan perbedaan terpenting antara corak mu’tazilah dengan kalangan ahli hadits (dimana asy’ary merupakan pembelanya). Hingga ajaran ajaran yang dikemukakan al Asy’ ary pada gilirannya membentuk aliran teologi yang dikenal dengan nama al Asy’ariyyah. Diantara pemuka al-Asy’ariyyah yang terkenal selain Asy’ary adalah Abu Bakar al Baqillani (wafat 1013),imam al Haramain al juwany (wafat 1085), dan Abu Hamid al Ghazali (wafat 1111).
Paham kaum Asy’ariyah
berlawanan dengan paham Mu’tazilah. golongan Asy’ariyah berpendapat bahwa Allah
itu mempunyai sifat diantaranya, mata, wajah, tangan serta bersemayam di
singgasana. Namun semua ini dikatakan la yukayyaf wa la yuhadd (tanpa diketahui
bagaimana cara dan batasnya)
Aliran Asy’arimengatakan
juga bahwa Allah dapat dilihat di akhirat kelak dengan mata kepala. Asy’ari
menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat dilihat adalah sesuatu yang mempunyai
wujud. karena Allah mempunyai wujud ia dapat dilihat .
Ayat-ayat Al-Qur’an yang
dapat dijadikan dalil Asy’ariyah untuk menyakinkan pendapatnya adalah:
1. QS. Ar-Rum ayat 25
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ تَقُومَ
السَّمَاءُ وَالأرْضُ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِنَ الأرْضِ
إِذَا أَنْتُمْ تَخْرُجُونَ
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. kemudian apabila Dia
memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari
kubur). (QS. Ar-Rum ayat 25)
2. QS Yasiin ayat 82
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ
فَيَكُونُ
Artinya: Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia
menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka
terjadilah ia. (QS Yasiin ayat 82).
3. QS Al-A’raaf ayat 54
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي
سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ
يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ
بِأَمْرِهِ أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Artinya: Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang
telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas
'Arsy[548]. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat,
dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak
Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam. (QS Al-A’raaf ayat 54).
4. QS Al-Kahfi ayat 109
قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ
مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ
رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا
Artinya: Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta
untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum
habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan
sebanyak itu (pula)". (QS Al-Kahfi ayat 109).
5. QS Al-Mukmin ayat 16
يَوْمَ هُمْ بَارِزُونَ لا
يَخْفَى عَلَى اللَّهِ مِنْهُمْ شَيْءٌ لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ
الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
Artinya
:(yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatupun dari Keadaan
mereka yang tersembunyi bagi Allah. (lalu Allah berfirman): "Kepunyaan
siapakah kerajaan pada hari ini?" kepunyaan Allah yang Maha Esa lagi Maha
Mengalahkan. (QS Al-Mukmin ayat 16).
C. Perkembangan Aliran Asy’aryyah dan Tokohnya
Pendirian al-Asy’ary merupakan tali penghubung antara
dua dua aliran alam fikiran islam, yaitu aliran lama (textralistist), dan
aliran baru, (rasionalist). Akan tetapi sesudah wafatnya, aliran asy’ariyyah mengalami
perubahan yang cepat. Kalau pada permulaan berdirinya kedudukannya hanya
sebagai penghubung antara dua aliran tersebut, maka pada akhirnya aliran
asy’ariyyah lebih condong pada segi akal-fikirannya semata-mata dan memberinya
tempat yang lebih luas daripada nas-nas itu sendiri. Mereka sudah berani
mengeluarkan keputusan, bahwa akal menjadi dasar naqal (nas) karena dengan
akallah kita menetapkan adanya tuhan, pencipta alam dan yang maha kuasa.
Karena sikap tersebut, maka ahlus-sunah tidak menerima
golongan asy’ariyyah’ bahkan memusuhinya, sebab dianggap sesat (bid’ah).
Kegiatan mereka setelah adanya permusuhan ini menjadi berkurang.sehingga datang
nizamul-mulk (wafat 485 H/ 1092 M)., ia merupakan menteri saljuk yang
mendirikan dua sekolah terkenal dengan namanya, yaitu nizamiyyah di Nizabur dan
bagdad, dimana hanya aliran Asy’ariyyah saja yang boleh diajarkan. Sejak itu,
aliran Asy’ariyyah menjadi aliran resmi Negara, dan golongan Asy’ariyyah
menjadi golongan ahlus- sunnah.Sedangkan tokoh-tokohnya sebagai berikut :
a. Al-Baqilany ( wafat 403 H / 1013 M )
Namanya Abu Bakkar Muhammad bin Tayyib, diduga
kelahiran kota Basrah, tempat kelahiran gurunya, Al-Asy’ary. Ia seorang yang
cerdas otakya, simpatik dan banyak jasanya dalam pembelaan agama. Kitabnya yang
terkenal adalah “at-Tahmid” (pendahuluan / persiapan).
b. Al-Juwaini ( 419-478 H/ 1028-1085 M )
Namanya Abu al-Ma’aly bin Abdillah, dilahirkan di
Nisabur, kemudian pergi ke kota Mu’askar, dan akhirnya sampai ke negara Bagdad.
Ia mengikuti jejaknya Al-Baqilany dan Al-Asy’ary dalam menjujung
setinggi-tingginya akal-fikiran, suatu hal yang menjadikan marahnya para
ahli-ahli hadist. Akhirnya ia sendiri terpaksa meninggalkan Bagdad menuju Hijaz
dan bertempat tinggal di Mekkah dan Madinah untuk mengajarkan pelajaran disana.
Karena itu ia mendapat gelar “Imam Al-Haramain” ( Imam kedua tanah suci, Makkah
dan Madinah ) setelah Nizamul-Mulk memegang pemerintahan dan mendirikan sekolah
Nizamiyah di Nisabur al-Juwaini diminta kembali ke negerinya tersebut untuk
memberikan pelajaran disana.
c. Al-Ghazali ( 450-505 H )
Nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad
Al-Ghazali. Dilahirkan di kota Tus, sebuah kota di negeri Khurasan. Gurunya
antara lain Al-Juwaini, sedang jabatan yang pernah dipegagnya adalah mengajar
di sekolah Nizamiyah Bagdad.
Al-Ghazali adlah salah seorang ahli fikir Islam terkenal dan yang paling besar pengaruhnya. Kegiatan ilmiyahnya meliputi berbagai lapangan, antara lain logika, jadal ( ilmu berdebat ), fiqh dan ushulnya, ilmu kalam, filsafat dan tasawuf. Kitab-kitab yang dikarangnya banyak sekali, berbahasa Arab dan Persi.
Al-Ghazali adlah salah seorang ahli fikir Islam terkenal dan yang paling besar pengaruhnya. Kegiatan ilmiyahnya meliputi berbagai lapangan, antara lain logika, jadal ( ilmu berdebat ), fiqh dan ushulnya, ilmu kalam, filsafat dan tasawuf. Kitab-kitab yang dikarangnya banyak sekali, berbahasa Arab dan Persi.
Kedudukan Al-Ghazali dalam aliran Asy’ariyyah sangat
penting, karena ia telah meninjau semua persoalan yang pernah ada dan
memberikan pendapat-pendapatnya yang hingga kini masih dipegangi Ulam-ulama
Islam, yang karenanya ia mendapatkan julukan “Hujjatul Islam”.
d. As-Sanusy ( 833-895 H / 1427-1499 )
Nama lengkapnya Abu Abdillah bin Muhammad bin Yusuf.
Dilahirkan di Tilasam, sebuah kota di Al-Jazair. Ia belajar pada ayahnya
sendiri dan orang-orang lain terkemuka di negaarnya, kemudian ia melanjutkan
pelajaranya di kota Al-Jazair pada seorang alim yang bernama Abd. Rahman
ats-Tsa’laby.
Ulama Maghrib menganggap ia sebagai pembangun Islam,
karena jasa dan karyanya yang banyak dalam lapangan kepercayaan (aqa’id) dan
ketuhanan (ilmu Tauhid).
D.
Penyebab keluarnya
Al-Asy’ari dari aliran Mu’tazillah
Penyebab keluarnya Al-Asy’ari dari aliran Mu’tazillah
antara lain:
- Pengakuan Al-Asy’ari telah bertemu Rasulullah SAW sebanyak 3 kali. yakni pada malam ke-10, ke-20 dan ke-30 bulan Ramadhan. dalam mimpinya itu Rasulullah memperingatkannya agar meninggalkan paham Mu’tazillah .
- Al-Asy’ari merasa tidak puas terhadap konsepsi aliran Mu’tazilahdalam soal – soal perdebatan yang telah ditulis diatas.
- Karena kalau seandainya Al-Asy’ari tidak meninggalkan aliran Mu’tazillah maka akan terjadi perpecahan dikalangan kaum muslimin yang bisa melemahkan mereka
Al-Asy’ari sebagai orang yang pernah menganut paham
Mu’tazillah, tidak dapat menjauhkan diri dari pemakaian akal dan argumentasi
pikiran. ia menentang dengan kerasnya mereka yang mengatakan bahwa akal pikiran
dalam agama atau membahas soal-soal yang tidak pernah disinggung oleh
Rasulullah merupakan suatu kesalahan.
Dalam hal ini ia juga mengingkari orang yang
berlebihan menghargai akal pikiran, karena tidak mengakui sifat-sifat Tuhan.
Beberapa pendapat Al-Asy’ari adalah tentang :
a. Sifat
Al-Asy’ari mengakui sifat-sifat Tuhan (Wujud, qidam,
baqa, wahdania, sama’, basyar, dll), sesuai dengan czat Tuhan itu sendiri dan
sama sekali tidak menyerupai sufat – sifat makhluk. Tuhan dapat mendengar
tetapi tidak seperti kita, mendengar dan seterusnya.
b. Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan manusia.
Al-Asy’ari mengatakan bahwa manusia tidak berkuasa
menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa untuk memperoleh sesuatu perbuatan.
c. Melihat Tuhan pada hari kiamat.
Al-Asy’ari mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat,
tetapi tidak menuntut cara tertentu dan tidak pula arah tertentu. Al-Maturidi
mengatakan juga bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Firman Allah dalam QS
Al-Qiyamah ayat 22 dan 23:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ۞إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Artinya :Wajah-wajah
(orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.Kepada Tuhannyalah mereka
melihat. (QS Al-Qiyamah ayat 22 dan 23)
d. Dosa besar
Al-Asy’ari mengatakan bahwa orang mukmin yang
mengesakan Tuhan tetapi fasik, terserah kepada Tuhan, apakah akan diampuni-Nya
dan langsung masuk syurga atau akan dijatuhi siksa karena kefasikannya, tetapi
dimasukkan-Nya kedalam surga .
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Setelah pembahasan
pemaparan-pamparan diatas kiranya dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa:
Dalam pandangan
Asy’ariyah, Tuhan itu adil, sedangkan pandangan Mu’tazilah standar adil dan
tidak adil dalam pandangan manusia untuk menghukumi Tuhan, sebab segala sesuatu
yang bekenaan dengan kebaikan manusia hukumnya wajib bagi Allah.
Dua corak yang
dilihatkannya berlawanan pada diri asy’ary, tetapi sebenarnya saling melengkapi.
Pertama: ia berusaha mendekati orang-orang aliran fiqih sunni, sehingga ada
yang mengatakan ia bermazhab syafi’iy. Yang lain mengatakan, ia bermazhab
maliki. Lainnya lagi mengatakan bahwa ia bermazhab hanbali.Kedua: adanya
keinginan menjauhi aliran-aliran fiqh. Pada dasarnya aliran asy’ariyyah
berupaya mengambil jalan tengah antara aliran Qadariyah dan jabariyah. Dalam
perimbangannya aliran ini sangat besar pengaruhnya ketika muncul tokoh
Al-Asyari yang sangat handal yaitu Al- Ghazali yang memiliki kepribadian yang
sangat baik dan kemampuan intelektual yang dapat diandalkan sehingga dapat
mengendalikan dan membawa aliran ini ke puncak kejayaan.
Pada akhirnya
aliran ahli sunnah waljamaah atau aliran sunni ini berkembang ke seluruh
penjuru dunia islam dengan proses yang sangat panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak. Ilmu kalam. Pustaka setia; bandung. 2007
Ahmad Hanafi M.A. Theology
Islam (ilmu kalam)
Drs.
HMS.Prodjodikoro, Aliran-aliran dalam ilmu kalam
Hanafi, Pengantar
Teologi Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta. 2003
http//:www.india
onech.co.cc
Prof. Dr. Nasution
Harun, Teologi Islam (aliran-aliran sejarah analisa perbandingan)
Salihun A. Nasir.
Pengantar Ilmu Kalam. Raja Grafindo Persada; Jakarta. 1996
syukron...ane numpang copy ye..
BalasHapus