BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penelitian
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ
الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا
رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah
menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu".(QS. An-Nisa:1)
Pernikahan dalam Islam merupakan sunnah
Rasululloh SAW untuk mempertahankan eksistensi manusia dalam kehidupan di dunia
ini. Islam telah menempatkan keluarga pada posisi yang sangat penting dan
strategis dalam membina pribadi-pribadi yang baik sehingga terwujud sebuah
masyarakat yang baik pula.Baik buruknya kepribadian seseorang sangat bergantung
pada pembinaan yang dilakukan dalam keluarganya.[1]
Pembinaan keluarga yang dimaksudkan untuk
mewujudkan jalinan cinta kasih (mawaddah wa rahmah) di dalam keluarga,
baik antara suami istri, antara orang tua dan anak-anak, maupun di antara
anak-anak sendiri. Jalinan cinta dan kasih sayang dilandasi nilai-nilai agama
merupakan sumber kebahagiaan sebuah keluarga sehigga memungkinkan setiap
anggota keluarga mengembangkan kepribadiannya secara baik dan utuh Allah
berfiman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ
مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً
وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir".(Q.S
Ar-Ruum: 21)
Sebuah keluarga akan bahagia jika di dalam
keluarga itu tercermin sifat-sifat karimah, ini menjadi barang tentu yang harus
di miliki sebuah keluarga untuk terciptanya keluarga yang sakinah mawaddah
wa rahmah. Islam adalah salah satu yang mengatur ikatan keluarga,
mengukuhkan dasar perundang-undangan dan moralitas yang wajar untuk mengatur
dan mengendalikan kehidupan suatu keluarga.
Keluarga merupakan basis sosial pertama setiap orang.Karena
kehidupan dalam keluarga sebagai barometer dasar setiap orang, maka dalam
lingkup inilah perlu dibangun konsep dan perilaku yang mendasar pula. Dalam
bahasa Al-Qur’an konsep dasar keluarga ini disebut dengan sakinah mawaddah wa
rohmah.
Keluarga sakinah bermakna bahwa dalam merangkai bahtera
kehidupan berumah tangga, baik dalam suka maupun duka senantiasa pada riil
ketenangan hati, ketenteraman jiwa dan kejernihan nalar pandang.Ketika dalam
suka, tidak berlebih-lebihan, dan ketika dalam duka tidak juga nelangsa yang
berlebihan pula.Semua kehidupan dihadapi dan dijalani dengan ayat Tuhan,
sakinah.
Hubungan yang harmonis adalah hubungan yang dilaksanakan
dengan selaras, serasi, dan seimbang.Yaitu hubungan yang diwujudkan melalui
jalinan pola sikap dan perilaku antara suami istri yang saling peduli, saling
menghormati, saling menghargai, saling membantu, dan saling mengisi, di samping
saling mencintai dan menyayangi. Dalam hubungan suami istri yang serba saling
tersebut, mereka dapat bekerja sama sebagai mitra sejajar.
Keharmonisan akan tercipta dalam keluarga bila di antara
anggotanya saling menyadari bahwa masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.,
keharmonisan keluarga adalah adanya komunikasi aktif di antara mereka yaitu
terdiri dari suami, istri, dan anak atau siapapun yang tinggal bersama.
Dalam penelitian ini sebuah keluarga akan di
bahas secara mendasar baik dalam segi kehidupan maupun segi individu, guna
menjadi pelajaran untuk kita semua. Bagaimana carasebuah keluarga saling
melengkapi memahami satu sama lain.
Di zaman ini tak banyak pernikahan yang
ujung-ujungnya bercerai karena masalah-masalah sepele, hal ini
disebabkan tidak adanya sebuah unsur yang serasanya perlu ada dalam menjaga
sebuah teutuhan keluarga. Unsur-unsur tesebut ada dalam ilmu Islam yaitu
tasawuf, tasawuf mengajarkan seni prilaku manusia untuk menjadikan manusia
dekat dengan sang pencipta. Namun tidak menutup kemungkinan tasawuf itu sendiri
bisa menjaga sebuah ke harmonisan sebuah keluarga.
B.
Tujuan Penelitian
Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk
membuktikan bagaimana sebuah keluarga menjaga sebuah keutuhan keluarganya, yang
tak disadari keutuhan keluarga itu di bangun dengan ketersiratan tasawuf
didalamnya.
C.
Manfaat Penelitian
Hasil
penelitian ini semoga berguna untuk memberi suatu gambaran dalam membina
menjaga sebuah keluarga, mengunakan aspek-aspek dalam tasawuf.Kegunaan
penelitian ini yang lain mencakup dua aspek berikut :
1.
Secara teoritis, sebagai usaha untuk mengetahui
peran psikologis dalam membangun keluarga sakinah.
2.
Secara praktis, agar penerapan konsep keluarga
sakinah dapat diterapkan dengan cara yang tepat agar tercipta keluarga atau
rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
D.
Sistematika Penelitian
Penulisan hasil penelitian ini terdiri dari lima
bab,
Bab pertama, berisi
pendahuluan yang mengemukakan latar belakang penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.Bab kedua, berisi data
empirik yang terdiri dari data suami, istri, dan anak.Bab ketiga, berisi
kerangka teori yang menjelaskan aspek-aspek ketasawufan dalam keluarga.Bab
keempat, berisi pembahasan hasil penelitian pada keluarga H. Asep
Hendriana.Bab kelima, berisi penutupan yang akan menyimpulkan dari
keseluruahan penelitian.
BAB II
DATA EMPIRIK
Dalam proses pengumpulan data ini, penulis
mengunakan metode wawancara yang menanyakan langsung kepada narasumber. Untuk
mendapatkan hasil yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan,
Keluarga di bangun dari seorang ayah, ibu, dan
anak-anak. Berikut ini adalah data dari masing-masing anggota keluarga,
diantaranya:
1.
Ayah
Nama :
H. Asep Herdiana S.pd
Usia :
52 thn
Pendidikan Terakhir :S1
Pekerjaan :PNS
Usia Pernikahan :24 thn
2.
Ibu
Nama :Hj. Titin Sumartini
Usia :42 thn
Pendidikan Terakhir :SMP
Pekerjaan :IRT
3.
Anak Pertama
Nama :Mochammad Hisni Abdullah
Usia :22 thn
Pendidikan Terakhir :S1
Pekerjaan :KARYAWAN
SWASTA
4.
Anak Kedua
Nama :Ia Siti
Solihat
Usia : 19 thn
Pendidikan Terakhir :Mahasiswa
Pekerjaan :Pelajar
5.
Anak Ketiga
Nama : Muhammad
Isnaeni Muharam
Usia :13 thn
PendidikanTerakhir :SMP
Pekerjaan :Pelajar
Untuk
mendapatkan data tentang pengkajian tentang kondisi keluarga, penulis telah
membuat serangkaian pertanyaan untuk diajukan kepada narasumber dari keluarga
Bapak Asep beserta istri Titin, yang bertempat tinggal di Desa Pakemitan 1,
Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya.Interview ini bersifat terpisah demi
tujuan untuk memperoleh data yang natural. Daftar pertanyaan dan jawaban yang
diajukan oleh penulis adalah sebagai berikut:
a. Untuk
Suami
1.
Sudah berapa lama bapak menikah?
Kami menikah hampir 24 tahun,
lumayan lama dan sudah melewati suka dan duka ketika berkeluarga.
2.
Bagaimanakah sikap istri bapak dalam
mendukung bapak dalam pekerjaan bapak?
Istri saya
tidak banyak protes dengan hasil pekerjaan saya, dan saya selalu meminta
pendapat pada istri saya, namun ketika saya tidak meminta istri saya diam tidak
banyak bicara.
3.
Apakah bapak pernah marah pada istri bapak?
Oh iya, tapi marah saya
selalu di bumbui dengan rasa cinta saya terhadap istri saya. Saya marah karena
saya cinta pada istri saya, saya tidak pernah memarahi istri di depan anak-anak
saya.
4.
Bagaimana cara bapak memahami keinginan istri
bapak?
Saya lebih memahami
istri saya dengan rasa sayang saya, ini sangat diperlukan untuk menjaga
keharmonisan kami.Saya tidak egois dalam menentukan pendapat, saya lebih
merundingkan dulu dengan istri saya, takutnya istri saya tidak nyaman dengan
pendapat yang saya pilih.
5.
Menurut bapak, apakah persoalan yang paling
berat dalam membina rumah tangga?
Saya rasa
ketika mengurus anak, karena saya sering di bilang pilih kasih.Waktu itu saja
ketika saya membelikan laptop pada anak kedua, eh adiknya protes.Disana peran
kami diuji.Kami harus memberikan nasehat pada anak-anak kami, agar tidak
terjadi kecemburuan sosial.
6.
Bagaimana bapak membagi pekerjaan bapak dan
hubungan keluarga bapak ?
Hubungan saya
dengan keluarga saya selalu terbina dengan komunikasi.saya selalu langsung
pulang kalau sudah bekerja, sehingga waktu saya lumayan banyak. Saya tidak
lebih mementingkan pekerjaan saya.Karena saya suka terganggu kalau sudah ada
masalah keluarga, jadi tidak konsen.
b. Untuk
Istri
1.
Bagaimanakah sikap suami anda dalam
menjadi kepala keluarga?
Suami saya
sangat bertanggung jawab sekali kepada saya dan anak-anak saya, selalu bisa
diandalkan, mengerti akan keadaan saya, suami saya selalu bisa membagi waktu
untuk anak dan pekerjaannya. Ketika saya memasak,suami saya tidak pernah protes
dengan apa yang saya masak, dia sangat memahami akan kondisi keluarganya.
2.
Dukungan apa yang ibu berikan terhadap
suami anda?
Kepercayaan sehingga
saya tidak berpikir yang negative pada suami saya, perhatian yang saya berikan
dengan selalu senyum tulus dan tidak banyak mengeluh pada suami dan selalu
berdoa untuk suami.
3.
Bagaimana jika kondisi suami ibu marah,
sikap apa yang ibu lakukan?
Saya lebih banyak diam
ketika suami saya marah, saya terima dengan sabar, toh itu juga saya yang
salah, seperti waktu pertama menikah saya sering kena marah.Tapi seiring
berjalannya waktu saya mengerti watak dan karakter suami saya.
4.
Menurut ibu, apakah persoalan yang paling
berat dalam membina rumah tangga?
Menjaga keharmonisan,
saling mengerti satu sama lain dan menyatukan pendapat, kadang dalam berumah
tangga kami sering terjadi konflik karena berbeda pendapat dan masih ada sifat
egois.
5.
Sikap apa yang ibu ambil ketika suami ibu
salah?
Saya
mengingatkan dia dengan baik, dan selalu memberi solusi agar tidak terjadi
kesalahan yang kedua kali.
BAB III
KERANGAKA TEORI
Orang yang mau melakukan penelitian mengenai
keluarga dalam Islam dan mau mendalami tata cara bagaimana Islam mengaturnya,
maka harus mengerti bahwa Islam dan Undang-undang dan petunjuknya telah
membangun hubungan perkawinan anatara seorang pria dan seorang wanita dalam
suatu landasan yang berlambangkan rasa cinta, kasih sayang, kebaikan dan
pergaulan yang baik. Dan itu semua dinilainya sebagai suatu bukti ikatan
perjanjian yang suci dan merupakan prinsip yang mendasar.
Alangkah indahnya ucapan Iman Ja'far bin Muhammad Al-Shadiq r.a
ketika mengatakan perjanjian suci itu dengan mengatakan: "Jika salah
seorang di antara kalian mau melakukan perkawinan dengan seorang wanita
pilihannya,maka hendaklah ia mengucapkan janji suci di bawah sumpah Allah:
'Boleh mencampuri istri dengan cara ma'rūf atau menceraikannya dengan cara yang baik'."[2]
Disamping itu hidup dalam berkeluarga harus bisa
menciptakan kejernihan dan manisnya hidup di balik kekeruhan dunia. Dengan
demikian, jernihnya kelezatan dan kenikmatan hidup berkeluarga ini akan bertambah
dan suasana-suasana yang keruhpun akan sirna.
Karena Rumah tangga yang bahagia adalah rumah tangga yang
dibangun di atas tujuan mencari ridho Allah subhanahu wa ta'ala dan
masing-masing pasangan memahami tugas, peran, fungsi, hak dan kewajiban serta tanggung
jawabnya di dalam rumah tangga.[3]
Untuk memenuhi unsur-unsur tersebut di butuhkan
sebuah pegangan, sandaran, atau petunjuk yaitu Al-Qur’an.Al-Qur’an mengajarkan
kepada kita untuk menjaga keluarga kita tetap harmonis dalam satu kebahagian
yang sesungguhnya. Dan itu semua bisa ditemukan dalam ajaran tasawuf, patut
dipandang perlu bahwa konsep atau unsur tasawuf tersebut sangat melekat dalam
kehidupan bermasyarakat dan berkeluarga, diantaranya:
a.
Tawakal
Secara harfiah, “tawakal” (arab: Tawakul) berarti bersandar
atau mempercayai diri. Dalam agama, tawkal adalah sikap bersandar dan
mempercayakan diri kepada Allah, tuhan Yang Maha Esa.Tawakal adalah sikap aktif
dan tumbuh hanya dari pribadi yang memahami hidup dengan benar serta menerima
kenyataan hidup dengan tepat.Sebab pangkal tawakal adalah kesadaran diri bahwa
perjalanan pengalaman manusia secara keseluruhan dalam sejarah kehidupan diri
pribadi.Sebagian besar hakikat tawakal merupakan rahasia ilahi yang tidak ada
jalan bagi makluk untuk menguasainya.
Menurut Ta’rif al-Jurjani, Tawakal adalah percaya sepenuhnya
atas apa yang ada Pada Allah, dan lepas dari ketergantungan terhadap apa yang
ada pada tangan manusia. Sikap atau sifat tawakal ialah sikap menyerahkan diri
kepada Allah Swt. Akan semua hasil dari usaha dan iktiyar yang telah dikerjakan
dengan perencanaan yang matanng dari jerih payah yang sangat berat. Allah berfirman
dalam surat Ath-Thalaqq ayat 2-3:
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ
بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ وَأَقِيمُوا
الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًاѺوَيَرْزُقْهُ
مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ
اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Apabila
mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau
lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang
adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena
Allah.Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah
dan hari akhirat.barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan
baginya jalan keluar.Dan memberinya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya.dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang
(dikehendaki)Nya.Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu”.(Q.S Ath-Thalaqq
ayat 2-3)
b. Sabar
Sabar berasal dari bahasa Arab dari akar shabara (صَبَرَ), hanya tidak yang berada dibelakang hurufnya karena ia tidak
bias berdiri sendiri. Shabara’ala (صَبَرَ
عَلَى) berarti bersabar
atau tabah hati, shabara’an (صَبَرَ عَنْ) berarti memohon atau mencegah, shabarabihi (صَبَرَ
بِهِ) berarti menanggung.
Sabar dalam bahasa Indonesia berarti : Pertama, tahan
menghadapi cobaan seperti tidak lekas marah, tidak lekas putus asa dan tidak
lekas patah hati, sabar dengan pengertian sepeti ini juga disebut tabah, kedua
sabar berarti tenang; tidak tergesa-gesa dan tidak terburu-buru. Dalam kamus
besar Ilmu Pengetahuan, sabar merupakan istilah agama yang berarti sikap tahan
menderita, hati-hati dalam bertindak, tahan uji dalam mengabdi mengemban
perintah-peintah Allah serta tahan dari godaan dan cobaan duniawi Aktualisasi
pengertian ini sering ditunjukan oleh para sufi.
Ibnu Qayyim al-Jauziah membagi motivasi; sabar dalam tiga
macam : sabar dengan (pertolongan) Allah, sabar karena Allah, dan sabar bersama
Allah. Pertama adalah meminta pertolongan kepada-Nya sejak awal dan melihat
bahwa Allah-lah yang menjadikannya sabar, dan bahwa kesabaran seorang hamba
adalah dengan (pertolongan) Tuhannya, bukan dengan dirinya semata. Sebagaimana
Firman Allah :
وَاصْبِرْ
وَمَا صَبْرُكَ إِلاَّبِاللهِ
“Bersabarlah, dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan
pertolongan Allah”.( Q.S Al-Nahl ayat 127)
Yakni seandainya Allah tidak menyabarkanmu niscaya engkau
tidak akan bersabar, Kedua, sabar karena Allah, yakni hendaklah yang
mendorongmu untuk bersabar itu adalah karena cinta kepada Allah, mengharapkan
keridhaan-Nya, dan untuk mendekatkan kepada-Nya, bukan untuk menmpakkan
kekuatan jiwa, mencari pujian makhluk, dan tujuan-tujuan lainnya.
c.
Ridho
Kata
Ridho berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata rodiya yang berarti
senang, suka, rela.Ridho merupakan sifat yang terpuji yang harus dimiliki oleh
manusia.Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa Allah SWT ridho terhadap
kebaikan hambanya.
Ridha (رِضَى ) menurut kamus al-Munawwir artinya senang, suka, rela. Dan
bisa diartikan Ridho/rela adalah nuansa hati kita dalam merespon semua
pemberian-NYA yang setiap saat selalu ita rasakan. Pengertian ridha juga
ialah menerima dengan senang segala apa yang diberikan oleh Allah s.w.t. baik
berupa peraturan ( hukum ) atau pun qada’ atau sesuatu ketentuan dari Allah
s.w.t. Allah swt berfirman:
قَالَ اللَّهُ هَذَا يَوْمُ يَنْفَعُ
الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Allah berfirman:“Ini adalah suatu hari yang
bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. bagi mereka surga yang
dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya;
Allah ridha terhadapNya. Itulah keberuntungan yang paling
besar”.(QS. Al-Maidah:119)
Jadi ridho adalah perilaku
terpuji menerima dengan senang apa yang telah diberikan Allah kepadanya, berupa
ketentuan yang diberikan kepada manusia.
d.
Syukur
syukur secara terminology berasal dari kata bahasa Arab,
berasal dari kata شكر-يشكر-شكراyang
berarti berterima kasih kepada atau dari kata lain ‘’ شكر’ yang berati pujian atau ucapan terima kasih atau
peryataan terima kasih[4].
Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia syukur memiliki dua arti yang
pertama, syukur berarti rasa berterima kasih kepada Allah dan yang kedua,
syukur berarti untunglah atau merasa lega atau senang dan lain-lain. Sedangkan
salah satu kutipan lain menjelaskan bahwa syukur adalah gambaran dalam benak te[5]tang
nikmat dan menampakkannya ke permukaan. Lain hal dengan sebagaian ulama yang
menjelaskan syukur berasal dari kata ‘’syakara’’ yang berarti membuka yang
dilawan dengan kata ‘’kufur’’ yang berarti ‘’menutup atau melupakan segala
nikmat dan menutup-nutupinya[6]. Hal ini berdasarkan ayat 7 surat Ibrahim
:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ
لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.(Q.S
Ibrahim: 7)
Serta dalam surat An-Naml ayat 40 yang dilakukan oleh
Nabi Sulaiman:
قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ
الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ
مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ
أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي
غَنِيٌّ كَرِيمٌ
“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari
AI Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”.
Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun
berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur
atau mengingkari (akan ni’mat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka
sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa
yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”.(Q.S
An-Naml: 40)
Jadi hakikat syukur yang sebenarnya adalah ‘’
menampakan nikmat dengan artian bahwa syukur adalah menggunakan pada tempat dan
sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemeberinya yaitu Allah SWT.
e.
Qona’ah
Qanaah mengandung pengertian merasa cukup / puas dg
yg ada dan cukup atas pemberian rizki atau nikmat dari Allah swt.Lawan dari
Qanaah adalah Tamak.
Hendaknya para penuntut ilmu selalu menghiasi diri dengan
sikap qana’ah (menerima apa adanya yang diberikan oleh Allah Ta’ala) dan zuhud.
Para Ulama mengatakan zuhud itu derajatnya lebih tinggi di bandingkan wara’
karena pengertian wara’ adalah meninggalkan apa saja yang bisa membahayakan
bagi kehidupan seseorang, sedangkan zuhud adalah meninggalkan apa saja
yang tidak bermanfaat bagi kehidupan akhiratnya. Jika ada sesuatu yang
tidak membahayakan sekaligus tidak ada manfaatnya maka orang yang sekedar wara’
tidak akan menghindarinya, namun orang yang zuhud akan menjauhinya karena dia
tidak akan berbuat kecuali yang membawa manfaat bagi kehidupan akhiratnya.
Dalam memenuhi urusan dunia baik berupa kebutuhan primer
atau sekunder, gunakan Skala Prioritas, Azas Manfaat, Lihat ke Bawah
& Qana'ah.
f.
Mahabbah
Mahabbah
berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan, yang secara harfiah berarti
mencintai secara mendalam.Dalam mu’jam al-falsafi, Jamil Shaliba mengatakan
mahabbah adalah lawan dari al-baghd, yakni cinta lawan dari benci.Al mahabbah
dapat pula berarti al wadud yakni yang sangat kasih atau penyayang.
Dalam
kajian tasawuf, mahabbah berarti mencintai Allah dan mengandung arti patuh
kepada-Nya dan membenci sikap yang melawan kepada-Nya, mengosongkan hati dari
segala-galanya kecuali Allah SWT serta menyerahkan seluruh diri kepada-Nya.
Adalah Imam al Qusyairi, pengarang Risâlah
al Qusyairiyyah mendefinisikan cinta (mahabbah) Allah kepada hamba sebagai
kehendak untuk memberikan nikmat khusus kepada siapa saja yang Ia kehendaki.
Apabila kehendak tersebut tidak diperuntukkan khusus melainkan umum untuk semua
hambaNya–menurut Qusyairi–dinamakan Rahmat; kemudian jika irâdah tersebut
berkaitan dengan adzab disebut dengan murka(ghadlab).
Banyak
sekali yang mendasari paham mahhabbah baik itu dari Al-Qur’an, hadis maupun
dari sahabat dan ulama. Untuk itu mari kita perhatikan sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ
بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى
الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ ذَلِكَ
فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Hai
orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya,
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang
mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan
Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah
karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha
Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (Q.S. Al Maidah 5 : 54)
Firman
Allah SWT,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ
تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah,
“Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihimu dan mengampuni dosa-dosamu.Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Q.S.
Ali Imran 3 : 31)
Sabda
Rasulullah SAW, Diriwayatkan oleh Abu Hurayrah bahwa Rasulullah SAW telah
bersabda:
“Barangsiapa
yang senang bertemu dengan Allah, maka Allah akan senang bertemu dengannya.Dan
barangsiapa yang tidak senang bertemu dengan Allah, maka Allah pun tidak akan
senang bertemu dengannya”.(H.R. Bukhari)
g.
Wara’
Wara’
mengandung pengertian menjaga diri atau sikap hati-hati dari hal yg syubhat&
meninggalkan yg haram.Lawan dari Waro adalah subhat yg berarti tidak jelas
apakah hal tersebut halal atau haram.
"Sesungguhnya
yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas.Di antara keduanya ada yang
syubhat, manusia tidak banyak mengetahui.Siapa yang menjaga dari syubhat,
maka selamatlah agama dan kehormatannya.Dan siapa yang jatuh pada syubhat,
maka jatuh pada yang haram."(H.R Bukhari & Muslim)
h.
Zuhud
Makna dan
hakikat zuhud banyak diungkap Al-Qur’an, hadits, dan para ulama. Misalnya surat
Al-Hadiid ayat 20-23 berikut ini:
اعْلَمُوا أَنَّمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ
فِي الأمْوَالِ وَالأوْلادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ
يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ
وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِѺ سَابِقُوا إِلَى
مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالأرْضِ أُعِدَّتْ
لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ
وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِѺ مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأرْضِ
وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ
عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌѺ لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ
وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga
tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya
mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat
warnanya kuning kemudian menjadi hancur.Dan di akhirat (nanti) ada azab yang
keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak
lain hanyalah kesenangan yang menipu. Berlomba-lombalah kamu kepada
(mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan
bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-rasul-Nya.Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya.Dan Allah mempunyai karunia yang besar.Tiada suatu
bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan
telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya.Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami
jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang
luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri.”(Q.S Al-Hadiid: 20-23)
Ayat di
atas tidak menyebutkan kata zuhud, tetapi mengungkapkan tentang makna &
hakikat zuhud.Ayat ini menerangkan tentang hakikat dunia yg sementara &
hakikat akhirat yg kekal.Kemudian menganjurkan orang-orang beriman untuk
berlomba meraih ampunan dari Allah dan surga-Nya di akhirat.
Imam Ahmad menafsirkan tentang sifat zuhud
yaitu tidak panjang angan-angan (impian/target) dalam kehidupan dunia.Beliau
melanjutkan orang yg zuhud ialah orang yg bila dia berada di pagi hari dia
berkata Aku khawatir tidak bisa menjumpai waktu sore.Maka dia segera
memanfaatkan waktunya untuk beramal dan beribadah sebaik-baiknya.
i.
Tawadu
Tawadhu’ adalah lawan kata dari
takabbur (sombong).Ia berasal dari lafadz Adl-Dla’ah yg berarti kerelaan
manusia terhadap kedudukan yang lebih rendah, atau rendah hati terhadap sesama
/ orang yang beriman, atau mau menerima kebenaran apapun bentuknya dan dari
siapa pun asalnya.
Seseorang belum dikatakan tawadhu’ kecuali jika telah
melenyapkan kesombongan yang ada dalam dirinya.Semakin kecil sifat kesombongan
dalam diri seseorang, semakin sempurnalah ketawadhu’annya dan begitu juga
sebaliknya. Ahmad Al Anthaki berkata : “Tawadhu’ yang paling bermanfaat adalah
yang dapat mengikis kesombongan dari dirimu dan yang dapat memadamkan api
(menahan) amarahmu”. Yang dimaksud amarah di situ adalah amarah karena
ke-pentingan pribadi yang merasa berhak mendapatkan lebih dari apa yang
semestinya diperoleh, sehingga membuatnya tertipu dan membanggakan diri (Kitab
Ihya ‘Ulumuddin, Al Ghazali).
BAB
VI
ANALISIS
DATA
Mayoritas manusia tentu mendambakan
kebahagiaan, menanti ketentraman danketanangan jiwa.Tentu pula semua
menghindari dari berbagai pemicu gundah gulana dan kegelisahan.Terlebih dalam
lingkngan keluarga. Ingatlah semua ini tak akan terwujud kecuali dengan iman
kepada Allah, tawakal dan mengembalikan semua masalah kepada-Nya, disamping
melakukan berbagai usaha yang sesuai dengan syari'at.
Pentingnya
Keharmonisan Keluarga Yang paling berpengaruh untuk pribadi dan masyarakat
adalah pembentukan keluarga dan komitmennya pada kebenaran. Allah dengan hikmah-Nya
telah mempersiapkan tempat yang mulia untuk manusia untuk menetap dan tinggal
dengan tentram di dalamnya. FirmanNya:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ
مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً
وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan
diantara tanda-tanda kekuasanNya adalah Dia mencipatakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan
diajadikanNya diantara kamu rasa kasih sayang.Sungguh pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."(Q.S Ar
Rum: 21)
Supaya cenderung dan merasa tentram kepadanya (Allah
tidak mengatakan: 'supaya kamu tinggal bersamanya'). Ini menegaskan makna
tenang dalam perangai dan jiwa serta menekankan wujudnya kedamaian dalam berbagai
bentuknya.
Maka
suami istri akan mendapatkan ketenangan pada pasangannya di kala datang
kegelisahan dan mendapati kelapangan di saat dihampiri kesempitan. Sesungguhnya
pilar hubungan suami istri adalah kekerabatan dan pershabatan yang terpancang
di atas cinta dan kasih sayang.Hubungan yang mendalam dan lekat ini mirip
dengan hubungan seseorang dengan dirinya sendiri. Al Qur'an menjelaskan:
أُحِلَّ لَكُمْ
لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ
لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ
عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ
لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ
الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ
وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا
كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
" Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur
dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun
adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat
menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu.
Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam
mesjid.Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa."(Q.S Al
Baqarah: 187)
Kunci keharmonisan terpancar ketika konsep atau unsur
tasawuf diterapkan.Konsep tasawuf yang menjadi sandaran dan batu loncatan untuk
menghubungkan sebuah individu pada keluarga demi terciptanya kebahagiaan dan
keharmonisan rumahtangga.
Seperti
konsep sabar dalam berumahtangga, seorang suami dituntut untuk lebih bisa
bersabar ketimbang istrinya, dimana istri itu lemah secara fisik atau
pribadinya. Jika ia dituntut untuk melakukan segala sesuatu maka ia akan buntu.
Teralalu
berlebih dalam meluruskannya berarti membengkokkannya dan membengkokkannya
berarti menceraikannya. Rasululloh bersabda: "Nasehatilah wanita dengan
baik. Sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk dan bagian yang bengkok
dari rusuk adalah bagian atasnya. Seandainya kamu luruskan maka berarti akan
mematahkannya. Dan seandainya kamu biarkan maka akan terus saja bengkok, untuk
itu nasehatilah dengan baik."(H.R Bukhari, Muslim)
Jadi
kelemahan wanita sudah ada sejak diciptakan, jadi bersabarlah untuk
menghadapinya. Seorang suami seyogyanya tidak terus-menerus mengingat apa yang
menjadi bahan kesempitan keluarganya, alihkan pada beberapa sisi kekurangan
mereka. Dan perhatikan sisi kebaikan niscaya akan banyak sekali.
Dalam
hal ini maka berperilakulah lemah lembut penuh cinta. Sebab jika ia sudah
melihat sebagian yang dibencinya maka tidak tahu lagi dimana sumber-sumber
kebahagiaan itu berada. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلا تَعْضُلُوهُنَّ
لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا
وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu
mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan
kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan
bergaullah dengan mereka secara patut.Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka,
(maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak."(Q.S An
Nisa': 19)
Apabila
tidak begitu lalu bagaimana mungkin akan tercipta ketentraman, kedamaian dan
cinta kasih itu: jika pemimpin keluarga itu sendiri berperangai keras, jelek
pergaulannya, sempit wawasannya, dungu, terburu-buru, tidak pemaaf, pemarah,
jika masuk terlalu banyak mengungkit-ungkit kebaikan dan jika keluar selalu
berburuk sangka.
Padahal
sudah dimaklumi bahwa interaksi yang baik dan sumber kebahagiaan itu tidaklah
tercipta kecuali dengan kelembutan dan menjauhakan diri dari prasangka yang tak
beralasan.Dan kecemburuan terkadang berubah menjadi prasangka buruk yang
menggiringnya untuk senantiasa menyalah tafsirkan omongan dan meragukan segala
tingkah laku. Ini tentu akan membikin hidup terasa sempit dan gelisah dengan
tanpa alasan yang jelas dan benar.
Demi terbentuknya sebuah struktur
rumahtangga yang bahagia pula juga haruslah memiliki cinta, seperti yang
dilakukan Bapak Asep, dia marah karena cinta menasehati ibu dan anak-anaknya
dengan penuh cinta.Semua karena kecintaan yang menciptakan keharmonisan dalam
berumahtangga.
Kebahagiaan,
cinta dan kasih saying juga tidak akan sempurna kecuali ketika istri mengetahui
kewajiban dan tiada melalaikannya. Berbakti kepada suami sebagai pemimpin,
pelindung, penjaga dan pemberi nafkah.Taat kepadanya, menjaga dirinya sebagi
istri dan harta suami.Demikian pula menguasai tugas istri dan mengerjakannya
serta memperhatikan diri dan rumahnya.
Inilah
istri shalihah sekaligus ibu yang penuh kasih sayang, pemimpin di rumah
suaminya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Juga mengakui kecakapan
suami dan tiada mengingkari kebaikannya.Untuk itu seyogyanya memaafkan
kekeliruan dan mangabaikan kekhilafan. Jangan berperilaku jelek ketika suami
hadir dan jangan mengkhianati ketika ia pergi.
Dengan
ini sudah barang tentu akan tercapai saling meridhoi, akan langgeng hubungan,
mesra, cinta dan kasih sayang. Dalam hadits: "Perempuan mana yang
meninggal dan suaminya ridha kepadanya maka ia masuk surga."(HR.
Tirmidzi, Hakim, Ibnu Majah)
Selain
itu tumbuh pula kehidupan di rumah yang mulia dengan dipenuhi cinta kasih dan
saling pengertian anatar sifat keibuan yang penuh kasih sayang dan kebapakan
yang tegas, jauh dari cekcok, perselisihan dan saling mendhalimi satu sama
lain. Juga tak ada permusuhan dan saling menyakiti.
Banyak yang harus kita teladani dari
keluarga Bapak Asep ini, seperti sifat merasa cukupnya Ibu Titin atas pemberian
yang telah diberikan kepadanya dan anak-anaknya. Secara tidak langsung proses
bersyukur menjadi hal yang pokok bagi keluarga mereka. Tak lupa rasa cinta dan
ketawaduan keluarga mereka.
Tak hayal mereka adalah keluarga yang telah bias mandiri
dengan segala aspek baik materi maupun moril. Semoga Allah tetap menaungi
mereka, sehingga menjadi keluarga sakinah, mawadah, wa rahmah. Amin ya Allah
ya Robbal alamin
BAB V
PENUTUP
Betapa
pentingnya konsep-konsep tasawuf diterapkan dalam keluarga, Karena lurusnya
keluarga menjadi media untuk menciptakan keamanan masyarakat.Bagaimana bisa
aman bila ikatan keluarga telah amburadul.Padahal Alloh memberi kenikmatan ini
yaitu kenikmatan kerukunan keluarga, kemesraan dan keharmonisannya.
Hubungan
suami istri yang sangat solid dan fungsinya sebagai orang tua di tambah
anak-anaknya yang tumbuh dalam asuhan mereka, merupakan gambaran umat terkini
dan masadepan.Karena itu ketika setan berhasil menceraikan hubungan keluarga
dia tidak sekadar menggoncangkan sebuah keluarga namun juga menjerumuskan
masyarakat seluruhnya ke dalam kebobrokan yang merajalela.Realita sekarang
menjadi bukti.
Sehingga
tercipta Keluarga yang sakinah, mawadah, wa rahmah yaitu keluaraga yang
tentram, dalam artian pasangan yang secara konsepsional dapat melahirkan
harmoni dengan mengiluti panduan Islam. Keluarga sakinah biasanya setia,
anak-anak berbakti, tenang, terhormat dan lain sebagainya.
Dalam
pembentukanya, selain harus ada dukungan secara nyata atau riil, dukungan dalam
bentuk motivasi dan pemikiran ternyata juga banyak mempengaruhi pasangan suami
istri.Di sini, orang tua mendapatkan peran untuk membagai pengalaman-pengalaman
dalam rumah tangga.Hal-hal lain yang mempengaruhi pembentukan keluarga adalah
emosional individu, fisik dan ekonomi.
Semoga
Allah merahmati pria yang perilakunya terpuji, baik hatinya, pandai bergaul
(terhadap keluarga), lemah lembut, pengasih, penyayang, tekun, tidak berlebihan
dan tiada lalai dengan kewajibannya.Semoga Allah merahmati pula wanita yang
tidak mencari-cari kekeliruan, tidak cerewet, shalihah, taat dan memelihara
dirinya ketika suaminya tidak ada karena Allah telah memeliharanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an Al Karim.
Al-Kulayni, Al-Furū', min Al-Kāfiy, juz V,hal.
502.
Al-Sofwah,
Arsip Artikel Keluarga Sakinah : Menjaga Kebahagiaan Rumah Tangga, 2006
A.Sell, Michael Ed, Early Islamic Mysticism,
terj. Riyadi Slamet, Sufisme Klasik: Menelusuri Tradisi Teks Sufi, Mimbar
Pustaka, 2003.
Ahmad Warson Munawir,Kamus Al Munawir Arab
Indonesia Terlengkap, Surabaya: Pustaka Progressif.
Ar-Raghib Al-Isfahani, Al-Mufradat Fi Gharib
Al-Qur’an oleh M.Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhui
Atas Pelbagai Persoalan Umat,Bandung :Mizan.
Darut-Tauhid Shafat, Al-Usrah Al-Muslimah, terj.
Umar, A. Chumaidi, Kiprah Muslimah Dalam Keluarga Islam, Bandung, Mizan, 1990.
Didin Hafidhuddin, Tafsir
Al-Hijri: Kajian Tafsir Al-Qur'an Surat An-Nisa, 2000, Jakarta.
----------------------- dan Muhtar Gandaatmaja
(1993), Keluarga Muslim dalam MasyarakatModern, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya.
Khan, Waheeduddin, Islam Menjawab Tantangan
Zaman, terj. Bhs Udru: Ilme Jadeed Ka Challenge, Khan Zafarul Islam, di terj.
Kemb, Utsman, A. Rafi’ie, Bandung: Pustaka,1983.
M.Quraish Shihab,1996,Wawasan
Al-Qur’an Tafsir Maudhui Atas Pelbagai Persoalan Umat,Bandung : Mizan.
Mutahhari, Murthada, Hak-Hak Wanita Dalam Islam, terj.
Ummu Munaya, YAPI, Jakarta, 1992.
[1] Didin
Hafidhuddin, Tafsir Al-Hijri: Kajian Tafsir Al-Qur'an Surat An-Nisa,
2000, Jakarta, hal. 1.
[3] Al-Sofwah, Arsip Artikel Keluarga Sakinah : Menjaga
Kebahagiaan Rumah Tangga, 2006
[4]Ahmad Warson
Munawir,Kamus Al Munawir Arab Indonesia Terlengkap,Surabaya : Pustaka
Progressif, Hal : 734.
[5]M.Quraish
Shihab,1996,Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhui Atas Pelbagai Persoalan
Umat,Bandung : Mizan, Hal : 215.
[6]Ar-Raghib
Al-Isfahani, Al-Mufradat Fi Gharib Al-Qur’an oleh M.Quraish Shihab dalam
Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhui Atas Pelbagai Persoalan Umat,Bandung
:Mizan, Hal : 215,1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar