BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Benarkah pancasila masih bisa dijadikan sebagai
ideologi bangsa Indonesia,
falsafah atau pandangan hidup? Ataukah hanya sekedar mitos belaka yang kini
makin atos (keras) mengejawantahkannya dalam kehidupan sehari-hari? Dengan latar
belakang diatas sehingga pembahasan in sangat penting untuk di kaji, diketahui
dan di fahami oleh khalayak mahasiswa lebih-lebih mahasiswa UAD fakultas ekonomi
yang nantinya terjun ke zona publik.
B.
Rumusan masalah
- Apakah pancasila wujuduhu kaadaihi ?
- Apakah tafsir pancasila bersilat lidah ?
- Akankah lem perekat pancasila tetap erat?
BAB
II
PEBAHASAN
A. PANCASILA
Pancasila adalah idiologi negara indonesia sehingga
pancasila begitu di sanjung dan di monumentalkan dalam rona perjuangan negara
yang berbentuk republik ini. Andai saja pancasila bisa tersenyum, tertawa, menangis dan bersedih
layaknya manusia pada umumnya maka tak khayal kalau sang pancasila akan menangis
histeris. Karna tidak bisa dipungkiri lagi bahwa orang semakin tidak peduli
terhadap pancasila. Maksudnya ada atau tidak adanya pancasila bukan menjadi
persoalan. Riil nya Seorang mahasiswa yang berstatus maha tidak bisa melafalkan
5 butir pancasila apalagi mengamalkan . Malu dong sama dunia!! [1] Seperti
ungkapan yang sering digunakan dalam dunia ke pesantren yaitu “wujuduhu ka
adamihi” benarkah?
A.1.
Beberapa pendapat tentang panasila
Menurut
M. Dawam Rahardjo, banyak kalangan yang menganggap bahwa pancasila itu sebagai
sesuatu yang sakti. Bahkan ibarat mantra yang mandraguna. Hal ini bisa
digunakan sebagai sesuatu yang daya gunanya sangat legitimasi. Namun katanya,
banyak ahli lain beda pendapat seperti diungkapkan oleh teori Daniel Bell
tentang the end of ideologi, berakhirnya peran ideologi pada pertengahan
abad ke-20.
Namun juga
berbeda keyakinan seperti yang diungkap beberapa orang [2] Katanya,
pancasila itu adalah the end of history. Maksudnya sebuah batas akhir
dari perkembangan pemikiran ideologis bahwa Indonesia. Konon, ini dipinjam dari
istilah Francis Fukuyama tentang tesis faham demokrasi liberal.
Lihat saja
negara yang tanpa pancasila sebagai ideologi, banyak yang maju. Hal ini karena
tidak terikat oleh doktrin yang totaliter yang membatasi kebebasan berpikir.
Akhirnya merekapun bisa bebas berkreasi dan berpikir dalam ranah pengetahuan
sebagai pengganti dari ideologi semacam pancasila.
Kalau begitu,
bagaimana duduk persoalan pancasila ala Indoensia itu bisa bermain. Dalam
kerangka dan nilai apakah sehingga ia bisa membangun masyarakat dan negara. Melihat
persoalan ini, Dawam Rahardjo mengklaim bahwa batasan pancasila itu dapat
menjadi semacam korelasi nilai di negara yang serba multi. Sebab katanya,
negara yang ilmu pengetahuan dan peradaban memerlukan landasan nilai. Tanpa
pancasila sebagai sistem nilai, dalam negara, seolah tidak ada lagi penjaga
gawang, batas garis dan wasit moral.
Hal ini cukup
bisa menjadi ekses negatif. Sebab akan timbul wacana negara federal. Dimana
masyarakat yang terdiri dari suku, agama dan golongan akan kehilangan tali
pengikatnya. Karena itu menurut Dawam, solidaritas seperti yang diungkapkan
oleh Ibnu Khaldun dianggap sebagai fondasi masyarakat dan peradaban akan cair.
Nasionalisme dan wawasan atau kebangsaan akan pudar. Akhirnya mengarah kepada
timbulnya primordialisme baru.
Dengan
ketiadaan penafsiran yang bersifat totalitarianisme itu, maka kini, pancasila
diberi kebebasan untuk ditafsir menurut kebebasan dari berbagai sudut pandang
atau perspektif yang berbeda. Tentu saja, kata Dawam, akan menghasilkan
perbedaan tafsir dan justru ini sangat bermanfaat sebagai bentuk dinamisasi
pemikiran al-firqatu rahatun. Akhirnya menjadilah pancasila itu sebagai
ideologi yang terbuka bukan sesuatu yang tertutup dan bebas tafsir.
Bahkan [3]Cak
Nur seorang pengamat politik pernah berkata bahwa Pancasila itu adalah
ideologi yang terbuka yang memungkinkan bisa masuknya berbagai pengauruh,
sebagaimana teori Marxis, kondisi ini mempengaruhi kesadaran. Dengan kata lain,
perkembangan nilai itu sejalan dengan perkembangan masyarakat. Karenanya, Pancasila
mestilah terbuka jangan tertutup dari pengaruh luar.
2. KEBERAGAAN TAFSIR
Bagaimana tafsir pancasila yang bisa mengejawantah dalam ronah perkembangan kekinian. Ini bisa dilihat dari teori mutakhir menurut Coleman dan Fukuyama. Bahwa Pancasila katanya bisa menjadi jaminan untuk saling percaya antar anak bangsa, gotong royong atau solidaritas. Semuanya itu bisa masuk dalam bingkai nilai trust (kebenaran). Semacam resep penggerak kemajuan bangsa menuju kemoderenan sebagaimana yang telah dicapai bangsa yang lebih dulu maju: Jepang, Jerman, USA dan negara-negara maju lainya
2.1 Masalah-masalah
yang timbul
Masalahnya
kemudian mengapa bangsa ini justru terpuruk oleh berbagai persoalan seperti
elite yang doyan korupsi katakan saja Soeharto mantan presiden RI bukan lagi
hitungan juta melainkan 15 M-35 M[4],
kekearasan antara agama, terorisme dan berbagai gejala disintegrasi?
Dalam
kacamata kang Dawam, persoalan itu bisa dilihat dari berbagai hipotesa. Salah
jawabannya yang pertaa adalah bahwa hal tersebut karena hilangnya
sebuah keteladanan dari para elit. Alih-alih mereka menjadi pemimpin bangsa
yang damai, justru melahirkan banyak kebobrokan yang timbul karena contoh yang
buruk terutama dalam korupsi yang cukup membuat urat malu hampir putus.
Kedua,
nilai pancasila itu tidak dipahami dalam kalangan kelas menengah kota. Tapi masih dalam
benak orang-orang kampung: gotong royong, berani berkorban dan keikhlasan
berbuat. Namun kini, nilai-nilai itu pun kini hampir hilang di dunia pedesaaan.
Hal ini pun tidak dipungkiri akibat pengaruh gaya
dan contoh yang ditonjolkan secara centang perenang di kalangan kota, uatamanya para elit.
Ketiga,
bangsa kita masih dipengaruhi oleh globalisasi dan kapitalisme. Hal ini menurut
akan memberi sumbangan besar terhadap daya tahan budaya dan kultur bangsa.
Sebab jangan-jangan budaya asing itu akan lebih baik dari budaya lokal.
Otomatis bangsa Indonesia
yang masih miskin dan terbelakang (bodoh) ini akan makin rawan saja. Karena itu
solusinya adalah mengembangkan dan menggiatkan pendidikan yang dinamis.
Keempat,
Pancasila lahir dari fakta bhineka tunggal ika. Keberagaman yang sangat gampang
melahirkan berbagai gesekan budaya ini mesti ada sebuah lem perkat antar
budaya. Kenyataan ini sebagaimana diungkap Denys Lombart, Indoensia
dibangun di atas geologi kebudayaan yang berlapis-lapis yang menghasilkan
masyarakat plural dan multikultural yang mengandung potensi konflik. Tak ada
cara lain kecuali adanya pengikat.
Kelima,
bangsa kitapun terbangun atas dasar pondasi geologi budaya. Karenanya, kata
kang Dawam sejak agama Budha, Hindu, Islam dan Konghucu juga Kristen berada di
antara kita, maka Pancasila juga merupakan jawaban pada tantangan masyarakat
yang makin dewasa dan majemuk.
BAB III
PENUTUP
Karena itu, pancasila sebagai
perekat bangsa dan sebuah ideologi, dengan penafsiran terbuka masih mampu
sebagai jembatan multikultur. Tentu saja dengan membauat penafsiran baru akan
semakin memberi nuansa pemikiran yang bisa mempersatukan dalam perbedaan dan
membedakan dalam konteks kebersamaan. Karena itu ideologi pancasila bukan lagi
sebagai sesuatu yang patut ditinggalkan karena dia bukan mitos yang semakin
atos. Wallahu a’lam.
KRITIK DAN SARAN
No one perfect this world
sehingga terlalu mungkin dalam pembuatan
makalah yang berjudul PANCASILA M ITOS YANG MAKIN ATOS ada
kekurangan dalam hal apapun kami sangat mengharap kritik dan saran yang
progresif sehingga nantinya bisa dibuat acuan untuk mendekati kesempurnaan.
DAFTAR
PUSTAKA
www.
Santribuntet wordpress. Com
DR. Kaelani,M.S,
pendidikan pancasila, cetakan ke delapan,
penerbit Offest, Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar