7 Agustus 2012

Penelitian Keluarga H. Asep Herdiana


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Penelitian
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu".(QS. An-Nisa:1)

Pernikahan dalam Islam merupakan sunnah Rasululloh SAW untuk mempertahankan eksistensi manusia dalam kehidupan di dunia ini. Islam telah menempatkan keluarga pada posisi yang sangat penting dan strategis dalam membina pribadi-pribadi yang baik sehingga terwujud sebuah masyarakat yang baik pula.Baik buruknya kepribadian seseorang sangat bergantung pada pembinaan yang dilakukan dalam keluarganya.[1]
Pembinaan keluarga yang dimaksudkan untuk mewujudkan jalinan cinta kasih (mawaddah wa rahmah) di dalam keluarga, baik antara suami istri, antara orang tua dan anak-anak, maupun di antara anak-anak sendiri. Jalinan cinta dan kasih sayang dilandasi nilai-nilai agama merupakan sumber kebahagiaan sebuah keluarga sehigga memungkinkan setiap anggota keluarga mengembangkan kepribadiannya secara baik dan utuh Allah berfiman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir".(Q.S Ar-Ruum: 21)
Sebuah keluarga akan bahagia jika di dalam keluarga itu tercermin sifat-sifat karimah, ini menjadi barang tentu yang harus di miliki sebuah keluarga untuk terciptanya keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Islam adalah salah satu yang mengatur ikatan keluarga, mengukuhkan dasar perundang-undangan dan moralitas yang wajar untuk mengatur dan mengendalikan kehidupan suatu keluarga.
Keluarga merupakan basis sosial pertama setiap orang.Karena kehidupan dalam keluarga sebagai barometer dasar setiap orang, maka dalam lingkup inilah perlu dibangun konsep dan perilaku yang mendasar pula. Dalam bahasa Al-Qur’an konsep dasar keluarga ini disebut dengan sakinah mawaddah wa rohmah.
Keluarga sakinah bermakna bahwa dalam merangkai bahtera kehidupan berumah tangga, baik dalam suka maupun duka senantiasa pada riil ketenangan hati, ketenteraman jiwa dan kejernihan nalar pandang.Ketika dalam suka, tidak berlebih-lebihan, dan ketika dalam duka tidak juga nelangsa yang berlebihan pula.Semua kehidupan dihadapi dan dijalani dengan ayat Tuhan, sakinah.
Hubungan yang harmonis adalah hubungan yang dilaksanakan dengan selaras, serasi, dan seimbang.Yaitu hubungan yang diwujudkan melalui jalinan pola sikap dan perilaku antara suami istri yang saling peduli, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu, dan saling mengisi, di samping saling mencintai dan menyayangi. Dalam hubungan suami istri yang serba saling tersebut, mereka dapat bekerja sama sebagai mitra sejajar.
Keharmonisan akan tercipta dalam keluarga bila di antara anggotanya saling menyadari bahwa masing-masing mempunyai hak dan kewajiban., keharmonisan keluarga adalah adanya komunikasi aktif di antara mereka yaitu terdiri dari suami, istri, dan anak atau siapapun yang tinggal bersama.
Dalam penelitian ini sebuah keluarga akan di bahas secara mendasar baik dalam segi kehidupan maupun segi individu, guna menjadi pelajaran untuk kita semua. Bagaimana carasebuah keluarga saling melengkapi memahami satu sama lain.
Di zaman ini tak banyak pernikahan yang ujung-ujungnya bercerai karena masalah-masalah sepele, hal ini disebabkan tidak adanya sebuah unsur yang serasanya perlu ada dalam menjaga sebuah teutuhan keluarga. Unsur-unsur tesebut ada dalam ilmu Islam yaitu tasawuf, tasawuf mengajarkan seni prilaku manusia untuk menjadikan manusia dekat dengan sang pencipta. Namun tidak menutup kemungkinan tasawuf itu sendiri bisa menjaga sebuah ke harmonisan sebuah keluarga.
B.     Tujuan Penelitian
Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bagaimana sebuah keluarga menjaga sebuah keutuhan keluarganya, yang tak disadari keutuhan keluarga itu di bangun dengan ketersiratan tasawuf didalamnya.
C.     Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini semoga berguna untuk memberi suatu gambaran dalam membina menjaga sebuah keluarga, mengunakan aspek-aspek dalam tasawuf.Kegunaan penelitian ini yang lain mencakup dua aspek berikut :
1.      Secara teoritis, sebagai usaha untuk mengetahui peran psikologis dalam membangun keluarga sakinah.
2.      Secara praktis, agar penerapan konsep keluarga sakinah dapat diterapkan dengan cara yang tepat agar tercipta keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

D.    Sistematika Penelitian
Penulisan hasil penelitian ini terdiri dari lima bab,
Bab pertama, berisi pendahuluan yang mengemukakan latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.Bab kedua, berisi data empirik yang terdiri dari data suami, istri, dan anak.Bab ketiga, berisi kerangka teori yang menjelaskan aspek-aspek ketasawufan dalam keluarga.Bab keempat, berisi pembahasan hasil penelitian pada keluarga H. Asep Hendriana.Bab kelima, berisi penutupan yang akan menyimpulkan dari keseluruahan penelitian.












BAB II
DATA EMPIRIK

Dalam proses pengumpulan data ini, penulis mengunakan metode wawancara yang menanyakan langsung kepada narasumber. Untuk mendapatkan hasil yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan,
Keluarga di bangun dari seorang ayah, ibu, dan anak-anak. Berikut ini adalah data dari masing-masing anggota keluarga, diantaranya:
1.      Ayah
Nama                                      : H. Asep Herdiana S.pd
Usia                                         : 52 thn
Pendidikan Terakhir  :S1
Pekerjaan                               :PNS
Usia Pernikahan                     :24 thn
2.      Ibu
Nama                                      :Hj. Titin Sumartini
Usia                                         :42 thn
Pendidikan Terakhir  :SMP
Pekerjaan                               :IRT

3.      Anak Pertama
Nama                                      :Mochammad Hisni Abdullah
Usia                                         :22 thn
Pendidikan Terakhir  :S1
Pekerjaan                               :KARYAWAN SWASTA
4.      Anak Kedua
Nama                                      :Ia Siti Solihat
Usia                                         : 19 thn
Pendidikan Terakhir  :Mahasiswa
Pekerjaan                               :Pelajar
5.      Anak Ketiga
Nama                                      : Muhammad Isnaeni Muharam
Usia                                         :13 thn
PendidikanTerakhir   :SMP
Pekerjaan                               :Pelajar
Untuk mendapatkan data tentang pengkajian tentang kondisi keluarga, penulis telah membuat serangkaian pertanyaan untuk diajukan kepada narasumber dari keluarga Bapak Asep beserta istri Titin, yang bertempat tinggal di Desa Pakemitan 1, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya.Interview ini bersifat terpisah demi tujuan untuk memperoleh data yang natural. Daftar pertanyaan dan jawaban yang diajukan oleh penulis adalah sebagai berikut:
a.      Untuk Suami
1.      Sudah berapa lama bapak menikah?
Kami menikah hampir 24 tahun, lumayan lama dan sudah melewati suka dan duka ketika berkeluarga.

2.      Bagaimanakah sikap istri bapak dalam mendukung bapak dalam pekerjaan bapak?
Istri saya tidak banyak protes dengan hasil pekerjaan saya, dan saya selalu meminta pendapat pada istri saya, namun ketika saya tidak meminta istri saya diam tidak banyak bicara.

3.      Apakah bapak pernah marah pada istri bapak?
Oh iya, tapi marah saya selalu di bumbui dengan rasa cinta saya terhadap istri saya. Saya marah karena saya cinta pada istri saya, saya tidak pernah memarahi istri di depan anak-anak saya.
4.      Bagaimana cara bapak memahami keinginan istri bapak?
Saya lebih memahami istri saya dengan rasa sayang saya, ini sangat diperlukan untuk menjaga keharmonisan kami.Saya tidak egois dalam menentukan pendapat, saya lebih merundingkan dulu dengan istri saya, takutnya istri saya tidak nyaman dengan pendapat yang saya pilih.
5.      Menurut bapak, apakah persoalan yang paling berat dalam membina rumah tangga?
Saya rasa ketika mengurus anak, karena saya sering di bilang pilih kasih.Waktu itu saja ketika saya membelikan laptop pada anak kedua, eh adiknya protes.Disana peran kami diuji.Kami harus memberikan nasehat pada anak-anak kami, agar tidak terjadi kecemburuan sosial.

6.      Bagaimana bapak membagi pekerjaan bapak dan hubungan keluarga bapak ?
Hubungan saya dengan keluarga saya selalu terbina dengan komunikasi.saya selalu langsung pulang kalau sudah bekerja, sehingga waktu saya lumayan banyak. Saya tidak lebih mementingkan pekerjaan saya.Karena saya suka terganggu kalau sudah ada masalah keluarga, jadi tidak konsen.
b.      Untuk Istri
1.      Bagaimanakah sikap suami anda dalam menjadi kepala keluarga?
Suami saya sangat bertanggung jawab sekali kepada saya dan anak-anak saya, selalu bisa diandalkan, mengerti akan keadaan saya, suami saya selalu bisa membagi waktu untuk anak dan pekerjaannya. Ketika saya memasak,suami saya tidak pernah protes dengan apa yang saya masak, dia sangat memahami akan kondisi keluarganya.

2.      Dukungan apa yang ibu berikan terhadap suami anda?
Kepercayaan sehingga saya tidak berpikir yang negative pada suami saya, perhatian yang saya berikan dengan selalu senyum tulus dan tidak banyak mengeluh pada suami dan selalu berdoa untuk suami.
3.      Bagaimana jika kondisi suami ibu marah, sikap apa yang ibu lakukan?
Saya lebih banyak diam ketika suami saya marah, saya terima dengan sabar, toh itu juga saya yang salah, seperti waktu pertama menikah saya sering kena marah.Tapi seiring berjalannya waktu saya mengerti watak dan karakter suami saya.
4.      Menurut ibu, apakah persoalan yang paling berat dalam membina rumah tangga?
Menjaga keharmonisan, saling mengerti satu sama lain dan menyatukan pendapat, kadang dalam berumah tangga kami sering terjadi konflik karena berbeda pendapat dan masih ada sifat egois.
5.      Sikap apa yang ibu ambil ketika suami ibu salah?
Saya mengingatkan dia dengan baik, dan selalu memberi solusi agar tidak terjadi kesalahan yang kedua kali.






BAB III
KERANGAKA TEORI

Orang yang mau melakukan penelitian mengenai keluarga dalam Islam dan mau mendalami tata cara bagaimana Islam mengaturnya, maka harus mengerti bahwa Islam dan Undang-undang dan petunjuknya telah membangun hubungan perkawinan anatara seorang pria dan seorang wanita dalam suatu landasan yang berlambangkan rasa cinta, kasih sayang, kebaikan dan pergaulan yang baik. Dan itu semua dinilainya sebagai suatu bukti ikatan perjanjian yang suci dan merupakan prinsip yang mendasar.
            Alangkah indahnya ucapan Iman Ja'far bin Muhammad Al-Shadiq r.a ketika mengatakan perjanjian suci itu dengan mengatakan: "Jika salah seorang di antara kalian mau melakukan perkawinan dengan seorang wanita pilihannya,maka hendaklah ia mengucapkan janji suci di bawah sumpah Allah: 'Boleh mencampuri istri dengan cara ma'rūf atau menceraikannya dengan cara yang baik'."[2]
Disamping itu hidup dalam berkeluarga harus bisa menciptakan kejernihan dan manisnya hidup di balik kekeruhan dunia. Dengan demikian, jernihnya kelezatan dan kenikmatan hidup berkeluarga ini akan bertambah dan suasana-suasana yang keruhpun akan sirna.
Karena Rumah tangga yang bahagia adalah rumah tangga yang dibangun di atas tujuan mencari ridho Allah subhanahu wa ta'ala dan masing-masing pasangan memahami tugas, peran, fungsi, hak dan kewajiban serta tanggung jawabnya di dalam rumah tangga.[3]
Untuk memenuhi unsur-unsur tersebut di butuhkan sebuah pegangan, sandaran, atau petunjuk yaitu Al-Qur’an.Al-Qur’an mengajarkan kepada kita untuk menjaga keluarga kita tetap harmonis dalam satu kebahagian yang sesungguhnya. Dan itu semua bisa ditemukan dalam ajaran tasawuf, patut dipandang perlu bahwa konsep atau unsur tasawuf tersebut sangat melekat dalam kehidupan bermasyarakat dan berkeluarga, diantaranya:
a.      Tawakal
Secara harfiah, “tawakal” (arab: Tawakul) berarti bersandar atau mempercayai diri. Dalam agama, tawkal adalah sikap bersandar dan mempercayakan diri kepada Allah, tuhan Yang Maha Esa.Tawakal adalah sikap aktif dan tumbuh hanya dari pribadi yang memahami hidup dengan benar serta menerima kenyataan hidup dengan tepat.Sebab pangkal tawakal adalah kesadaran diri bahwa perjalanan pengalaman manusia secara keseluruhan dalam sejarah kehidupan diri pribadi.Sebagian besar hakikat tawakal merupakan rahasia ilahi yang tidak ada jalan bagi makluk untuk menguasainya.
Menurut Ta’rif al-Jurjani, Tawakal adalah percaya sepenuhnya atas apa yang ada Pada Allah, dan lepas dari ketergantungan terhadap apa yang ada pada tangan manusia. Sikap atau sifat tawakal ialah sikap menyerahkan diri kepada Allah Swt. Akan semua hasil dari usaha dan iktiyar yang telah dikerjakan dengan perencanaan yang matanng dari jerih payah yang sangat berat. Allah berfirman dalam surat Ath-Thalaqq ayat 2-3:
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًاѺوَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah.Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat.barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya.Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”.(Q.S Ath-Thalaqq ayat 2-3)
b.      Sabar
Sabar berasal dari bahasa Arab dari akar shabara (صَبَرَ), hanya tidak yang berada dibelakang hurufnya karena ia tidak bias berdiri sendiri. Shabara’ala (صَبَرَ عَلَى) berarti bersabar atau tabah hati, shabara’an (صَبَرَ عَنْ) berarti memohon atau mencegah, shabarabihi (صَبَرَ بِهِ) berarti menanggung.
Sabar dalam bahasa Indonesia berarti : Pertama, tahan menghadapi cobaan seperti tidak lekas marah, tidak lekas putus asa dan tidak lekas patah hati, sabar dengan pengertian sepeti ini juga disebut tabah, kedua sabar berarti tenang; tidak tergesa-gesa dan tidak terburu-buru. Dalam kamus besar Ilmu Pengetahuan, sabar merupakan istilah agama yang berarti sikap tahan menderita, hati-hati dalam bertindak, tahan uji dalam mengabdi mengemban perintah-peintah Allah serta tahan dari godaan dan cobaan duniawi Aktualisasi pengertian ini sering ditunjukan oleh para sufi.
Ibnu Qayyim al-Jauziah membagi motivasi; sabar dalam tiga macam : sabar dengan (pertolongan) Allah, sabar karena Allah, dan sabar bersama Allah. Pertama adalah meminta pertolongan kepada-Nya sejak awal dan melihat bahwa Allah-lah yang menjadikannya sabar, dan bahwa kesabaran seorang hamba adalah dengan (pertolongan) Tuhannya, bukan dengan dirinya semata. Sebagaimana Firman Allah :
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلاَّبِاللهِ
“Bersabarlah, dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah”.( Q.S Al-Nahl ayat 127)
Yakni seandainya Allah tidak menyabarkanmu niscaya engkau tidak akan bersabar, Kedua, sabar karena Allah, yakni hendaklah yang mendorongmu untuk bersabar itu adalah karena cinta kepada Allah, mengharapkan keridhaan-Nya, dan untuk mendekatkan kepada-Nya, bukan untuk menmpakkan kekuatan jiwa, mencari pujian makhluk, dan tujuan-tujuan lainnya.
c.       Ridho
Kata Ridho berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata rodiya yang berarti senang, suka, rela.Ridho merupakan sifat yang terpuji yang harus dimiliki oleh manusia.Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa Allah SWT ridho terhadap kebaikan hambanya.
Ridha (رِضَى ) menurut kamus al-Munawwir artinya senang, suka, rela. Dan bisa diartikan Ridho/rela adalah nuansa hati kita dalam merespon semua pemberian-NYA yang setiap saat selalu ita rasakan. Pengertian ridha  juga ialah menerima dengan senang segala apa yang diberikan oleh Allah s.w.t. baik berupa peraturan ( hukum ) atau pun qada’ atau sesuatu ketentuan dari Allah s.w.t. Allah swt berfirman:
قَالَ اللَّهُ هَذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Allah berfirman:“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadapNya. Itulah keberuntungan yang paling besar”.(QS. Al-Maidah:119)
Jadi ridho adalah perilaku terpuji menerima dengan senang apa yang telah diberikan Allah kepadanya, berupa ketentuan  yang diberikan kepada manusia.

d.      Syukur
syukur secara terminology berasal dari kata bahasa Arab, berasal dari kata   شكر-يشكر-شكراyang berarti berterima kasih kepada atau dari kata lain ‘’   شكر’  yang berati pujian atau ucapan terima kasih atau peryataan terima kasih[4]. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia syukur memiliki dua arti yang pertama, syukur berarti rasa berterima kasih kepada Allah dan yang kedua, syukur berarti untunglah atau merasa lega atau senang dan lain-lain. Sedangkan salah satu kutipan lain menjelaskan bahwa syukur adalah gambaran dalam benak te[5]tang nikmat dan menampakkannya ke permukaan. Lain hal dengan sebagaian ulama yang menjelaskan syukur berasal dari kata ‘’syakara’’ yang berarti membuka yang dilawan dengan kata ‘’kufur’’ yang berarti ‘’menutup atau melupakan segala nikmat dan menutup-nutupinya[6].  Hal ini berdasarkan ayat 7 surat Ibrahim : 
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.(Q.S Ibrahim: 7)
 Serta dalam surat An-Naml ayat 40 yang dilakukan oleh Nabi Sulaiman:
قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
 “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan ni’mat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”.(Q.S An-Naml: 40)
Jadi  hakikat syukur yang sebenarnya adalah ‘’ menampakan nikmat dengan artian bahwa syukur adalah menggunakan pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemeberinya yaitu Allah SWT.
e.      Qona’ah
Qanaah mengandung pengertian merasa cukup / puas dg yg ada dan cukup atas pemberian rizki atau nikmat dari Allah swt.Lawan dari Qanaah adalah Tamak.
Hendaknya para penuntut ilmu selalu menghiasi diri dengan sikap qana’ah (menerima apa adanya yang diberikan oleh Allah Ta’ala) dan zuhud. Para Ulama mengatakan zuhud itu derajatnya lebih tinggi di bandingkan wara’ karena pengertian wara’ adalah meninggalkan apa saja yang bisa membahayakan bagi kehidupan seseorang, sedangkan zuhud adalah meninggalkan apa saja yang tidak bermanfaat bagi kehidupan akhiratnya. Jika ada sesuatu yang tidak membahayakan sekaligus tidak ada manfaatnya maka orang yang sekedar wara’ tidak akan menghindarinya, namun orang yang zuhud akan menjauhinya karena dia tidak akan berbuat kecuali yang membawa manfaat bagi kehidupan akhiratnya.
Dalam memenuhi urusan dunia baik berupa kebutuhan primer atau sekunder, gunakan Skala Prioritas, Azas Manfaat, Lihat ke Bawah & Qana'ah.
f.        Mahabbah
Mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan, yang secara harfiah berarti mencintai secara mendalam.Dalam mu’jam al-falsafi, Jamil Shaliba mengatakan mahabbah adalah lawan dari al-baghd, yakni cinta lawan dari benci.Al mahabbah dapat pula berarti al wadud yakni yang sangat kasih atau penyayang.
Dalam kajian tasawuf, mahabbah berarti mencintai Allah dan mengandung arti patuh kepada-Nya dan membenci sikap yang melawan kepada-Nya, mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali Allah SWT serta menyerahkan seluruh diri kepada-Nya.
            Adalah Imam al Qusyairi, pengarang Risâlah al Qusyairiyyah mendefinisikan cinta (mahabbah) Allah kepada hamba sebagai kehendak untuk memberikan nikmat khusus kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Apabila kehendak tersebut tidak diperuntukkan khusus melainkan umum untuk semua hambaNya–menurut Qusyairi–dinamakan Rahmat; kemudian jika irâdah tersebut berkaitan dengan adzab disebut dengan murka(ghadlab).
Banyak sekali yang mendasari paham mahhabbah baik itu dari Al-Qur’an, hadis maupun dari sahabat dan ulama. Untuk itu mari kita perhatikan sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui(Q.S. Al Maidah 5 : 54)
Firman Allah SWT,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu dan mengampuni dosa-dosamu.Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Q.S. Ali Imran 3 : 31)
Sabda Rasulullah SAW, Diriwayatkan oleh Abu Hurayrah bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
Barangsiapa yang senang bertemu dengan Allah, maka Allah akan senang bertemu dengannya.Dan barangsiapa yang tidak senang bertemu dengan Allah, maka Allah pun tidak akan senang bertemu dengannya”.(H.R. Bukhari)
g.      Wara’
Wara’ mengandung pengertian menjaga diri atau sikap hati-hati dari hal yg syubhat& meninggalkan yg haram.Lawan dari Waro adalah subhat yg berarti tidak jelas apakah hal tersebut halal atau haram.
"Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas.Di antara keduanya ada yang syubhat, manusia tidak banyak mengetahui.Siapa yang menjaga dari syubhat, maka selamatlah agama dan kehormatannya.Dan siapa yang jatuh pada syubhat, maka jatuh pada yang haram."(H.R Bukhari & Muslim)
h.      Zuhud
Makna dan hakikat zuhud banyak diungkap Al-Qur’an, hadits, dan para ulama. Misalnya surat Al-Hadiid ayat 20-23 berikut ini:
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الأمْوَالِ وَالأوْلادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِѺ سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالأرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِѺ مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌѺ لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur.Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya.Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.Dan Allah mempunyai karunia yang besar.Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”(Q.S Al-Hadiid: 20-23)
Ayat di atas tidak menyebutkan kata zuhud, tetapi mengungkapkan tentang makna & hakikat zuhud.Ayat ini menerangkan tentang hakikat dunia yg sementara & hakikat akhirat yg kekal.Kemudian menganjurkan orang-orang beriman untuk berlomba meraih ampunan dari Allah dan surga-Nya di akhirat.
Imam Ahmad menafsirkan tentang sifat zuhud yaitu tidak panjang angan-angan (impian/target) dalam kehidupan dunia.Beliau melanjutkan orang yg zuhud ialah orang yg bila dia berada di pagi hari dia berkata Aku khawatir tidak bisa menjumpai waktu sore.Maka dia segera memanfaatkan waktunya untuk beramal dan beribadah sebaik-baiknya.
i.        Tawadu
Tawadhu’ adalah lawan kata dari takabbur (sombong).Ia berasal dari lafadz Adl-Dla’ah yg berarti kerelaan manusia terhadap kedudukan yang lebih rendah, atau rendah hati terhadap sesama / orang yang beriman, atau mau menerima kebenaran apapun bentuknya dan dari siapa pun asalnya.
Seseorang belum dikatakan tawadhu’ kecuali jika telah melenyapkan kesombongan yang ada dalam dirinya.Semakin kecil sifat kesombongan dalam diri seseorang, semakin sempurnalah ketawadhu’annya dan begitu juga sebaliknya. Ahmad Al Anthaki berkata : “Tawadhu’ yang paling bermanfaat adalah yang dapat mengikis kesombongan dari dirimu dan yang dapat memadamkan api (menahan) amarahmu”. Yang dimaksud amarah di situ adalah amarah karena ke-pentingan pribadi yang merasa berhak mendapatkan lebih dari apa yang semestinya diperoleh, sehingga membuatnya tertipu dan membanggakan diri (Kitab Ihya ‘Ulumuddin, Al Ghazali).

BAB VI
ANALISIS DATA

            Mayoritas manusia tentu mendambakan kebahagiaan, menanti ketentraman danketanangan jiwa.Tentu pula semua menghindari dari berbagai pemicu gundah gulana dan kegelisahan.Terlebih dalam lingkngan keluarga. Ingatlah semua ini tak akan terwujud kecuali dengan iman kepada Allah, tawakal dan mengembalikan semua masalah kepada-Nya, disamping melakukan berbagai usaha yang sesuai dengan syari'at.
Pentingnya Keharmonisan Keluarga Yang paling berpengaruh untuk pribadi dan masyarakat adalah pembentukan keluarga dan komitmennya pada kebenaran. Allah dengan hikmah-Nya telah mempersiapkan tempat yang mulia untuk manusia untuk menetap dan tinggal dengan tentram di dalamnya. FirmanNya:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
"Dan diantara tanda-tanda kekuasanNya adalah Dia mencipatakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan diajadikanNya diantara kamu rasa kasih sayang.Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."(Q.S Ar Rum: 21)
Supaya  cenderung dan merasa tentram kepadanya (Allah tidak mengatakan: 'supaya kamu tinggal bersamanya'). Ini menegaskan makna tenang dalam perangai dan jiwa serta menekankan wujudnya kedamaian dalam berbagai bentuknya.
Maka suami istri akan mendapatkan ketenangan pada pasangannya di kala datang kegelisahan dan mendapati kelapangan di saat dihampiri kesempitan. Sesungguhnya pilar hubungan suami istri adalah kekerabatan dan pershabatan yang terpancang di atas cinta dan kasih sayang.Hubungan yang mendalam dan lekat ini mirip dengan hubungan seseorang dengan dirinya sendiri. Al Qur'an menjelaskan:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
" Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid.Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa."(Q.S Al Baqarah: 187)
Kunci keharmonisan terpancar ketika konsep atau unsur tasawuf diterapkan.Konsep tasawuf yang menjadi sandaran dan batu loncatan untuk menghubungkan sebuah individu pada keluarga demi terciptanya kebahagiaan dan keharmonisan rumahtangga.
Seperti konsep sabar dalam berumahtangga, seorang suami dituntut untuk lebih bisa bersabar ketimbang istrinya, dimana istri itu lemah secara fisik atau pribadinya. Jika ia dituntut untuk melakukan segala sesuatu maka ia akan buntu.
Teralalu berlebih dalam meluruskannya berarti membengkokkannya dan membengkokkannya berarti menceraikannya. Rasululloh bersabda: "Nasehatilah wanita dengan baik. Sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk dan bagian yang bengkok dari rusuk adalah bagian atasnya. Seandainya kamu luruskan maka berarti akan mematahkannya. Dan seandainya kamu biarkan maka akan terus saja bengkok, untuk itu nasehatilah dengan baik."(H.R Bukhari, Muslim)
Jadi kelemahan wanita sudah ada sejak diciptakan, jadi bersabarlah untuk menghadapinya. Seorang suami seyogyanya tidak terus-menerus mengingat apa yang menjadi bahan kesempitan keluarganya, alihkan pada beberapa sisi kekurangan mereka. Dan perhatikan sisi kebaikan niscaya akan banyak sekali.
Dalam hal ini maka berperilakulah lemah lembut penuh cinta. Sebab jika ia sudah melihat sebagian yang dibencinya maka tidak tahu lagi dimana sumber-sumber kebahagiaan itu berada. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut.Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak."(Q.S An Nisa': 19)
Apabila tidak begitu lalu bagaimana mungkin akan tercipta ketentraman, kedamaian dan cinta kasih itu: jika pemimpin keluarga itu sendiri berperangai keras, jelek pergaulannya, sempit wawasannya, dungu, terburu-buru, tidak pemaaf, pemarah, jika masuk terlalu banyak mengungkit-ungkit kebaikan dan jika keluar selalu berburuk sangka.
Padahal sudah dimaklumi bahwa interaksi yang baik dan sumber kebahagiaan itu tidaklah tercipta kecuali dengan kelembutan dan menjauhakan diri dari prasangka yang tak beralasan.Dan kecemburuan terkadang berubah menjadi prasangka buruk yang menggiringnya untuk senantiasa menyalah tafsirkan omongan dan meragukan segala tingkah laku. Ini tentu akan membikin hidup terasa sempit dan gelisah dengan tanpa alasan yang jelas dan benar.
            Demi terbentuknya sebuah struktur rumahtangga yang bahagia pula juga haruslah memiliki cinta, seperti yang dilakukan Bapak Asep, dia marah karena cinta menasehati ibu dan anak-anaknya dengan penuh cinta.Semua karena kecintaan yang menciptakan keharmonisan dalam berumahtangga.
Kebahagiaan, cinta dan kasih saying juga tidak akan sempurna kecuali ketika istri mengetahui kewajiban dan tiada melalaikannya. Berbakti kepada suami sebagai pemimpin, pelindung, penjaga dan pemberi nafkah.Taat kepadanya, menjaga dirinya sebagi istri dan harta suami.Demikian pula menguasai tugas istri dan mengerjakannya serta memperhatikan diri dan rumahnya.
Inilah istri shalihah sekaligus ibu yang penuh kasih sayang, pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Juga mengakui kecakapan suami dan tiada mengingkari kebaikannya.Untuk itu seyogyanya memaafkan kekeliruan dan mangabaikan kekhilafan. Jangan berperilaku jelek ketika suami hadir dan jangan mengkhianati ketika ia pergi.
Dengan ini sudah barang tentu akan tercapai saling meridhoi, akan langgeng hubungan, mesra, cinta dan kasih sayang. Dalam hadits: "Perempuan mana yang meninggal dan suaminya ridha kepadanya maka ia masuk surga."(HR. Tirmidzi, Hakim, Ibnu Majah)
Selain itu tumbuh pula kehidupan di rumah yang mulia dengan dipenuhi cinta kasih dan saling pengertian anatar sifat keibuan yang penuh kasih sayang dan kebapakan yang tegas, jauh dari cekcok, perselisihan dan saling mendhalimi satu sama lain. Juga tak ada permusuhan dan saling menyakiti.
            Banyak yang harus kita teladani dari keluarga Bapak Asep ini, seperti sifat merasa cukupnya Ibu Titin atas pemberian yang telah diberikan kepadanya dan anak-anaknya. Secara tidak langsung proses bersyukur menjadi hal yang pokok bagi keluarga mereka. Tak lupa rasa cinta dan ketawaduan keluarga mereka.
            Tak hayal mereka adalah keluarga yang telah bias mandiri dengan segala aspek baik materi maupun moril. Semoga Allah tetap menaungi mereka, sehingga menjadi keluarga sakinah, mawadah, wa rahmah. Amin ya Allah ya Robbal alamin









BAB V
PENUTUP

Betapa pentingnya konsep-konsep tasawuf diterapkan dalam keluarga, Karena lurusnya keluarga menjadi media untuk menciptakan keamanan masyarakat.Bagaimana bisa aman bila ikatan keluarga telah amburadul.Padahal Alloh memberi kenikmatan ini yaitu kenikmatan kerukunan keluarga, kemesraan dan keharmonisannya.
Hubungan suami istri yang sangat solid dan fungsinya sebagai orang tua di tambah anak-anaknya yang tumbuh dalam asuhan mereka, merupakan gambaran umat terkini dan masadepan.Karena itu ketika setan berhasil menceraikan hubungan keluarga dia tidak sekadar menggoncangkan sebuah keluarga namun juga menjerumuskan masyarakat seluruhnya ke dalam kebobrokan yang merajalela.Realita sekarang menjadi bukti.
Sehingga tercipta Keluarga yang sakinah, mawadah, wa rahmah yaitu keluaraga yang tentram, dalam artian pasangan yang secara konsepsional dapat melahirkan harmoni dengan mengiluti panduan Islam. Keluarga sakinah biasanya setia, anak-anak berbakti, tenang, terhormat dan lain sebagainya.
Dalam pembentukanya, selain harus ada dukungan secara nyata atau riil, dukungan dalam bentuk motivasi dan pemikiran ternyata juga banyak mempengaruhi pasangan suami istri.Di sini, orang tua mendapatkan peran untuk membagai pengalaman-pengalaman dalam rumah tangga.Hal-hal lain yang mempengaruhi pembentukan keluarga adalah emosional individu, fisik dan ekonomi.
Semoga Allah merahmati pria yang perilakunya terpuji, baik hatinya, pandai bergaul (terhadap keluarga), lemah lembut, pengasih, penyayang, tekun, tidak berlebihan dan tiada lalai dengan kewajibannya.Semoga Allah merahmati pula wanita yang tidak mencari-cari kekeliruan, tidak cerewet, shalihah, taat dan memelihara dirinya ketika suaminya tidak ada karena Allah telah memeliharanya.
           


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al Karim.
Al-Kulayni, Al-Furū', min Al-Kāfiy, juz V,hal. 502.
Al-Sofwah, Arsip Artikel Keluarga Sakinah : Menjaga Kebahagiaan Rumah Tangga, 2006
A.Sell, Michael Ed, Early Islamic Mysticism, terj. Riyadi Slamet, Sufisme Klasik: Menelusuri Tradisi Teks Sufi, Mimbar Pustaka, 2003.
Ahmad Warson Munawir,Kamus Al Munawir Arab Indonesia Terlengkap, Surabaya: Pustaka Progressif.
Ar-Raghib Al-Isfahani, Al-Mufradat Fi Gharib Al-Qur’an oleh M.Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhui  Atas Pelbagai Persoalan Umat,Bandung :Mizan.
Darut-Tauhid Shafat, Al-Usrah Al-Muslimah, terj. Umar, A. Chumaidi, Kiprah Muslimah Dalam Keluarga Islam, Bandung, Mizan, 1990.
Didin Hafidhuddin, Tafsir Al-Hijri: Kajian Tafsir Al-Qur'an Surat An-Nisa, 2000, Jakarta.
----------------------- dan Muhtar Gandaatmaja (1993), Keluarga Muslim dalam MasyarakatModern, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
            Khan, Waheeduddin, Islam Menjawab Tantangan Zaman, terj. Bhs Udru: Ilme Jadeed Ka Challenge, Khan Zafarul Islam, di terj. Kemb, Utsman, A. Rafi’ie, Bandung: Pustaka,1983.
            M.Quraish Shihab,1996,Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhui Atas Pelbagai Persoalan Umat,Bandung : Mizan.
            Mutahhari, Murthada, Hak-Hak Wanita Dalam Islam, terj. Ummu Munaya, YAPI, Jakarta, 1992.




[1] Didin Hafidhuddin, Tafsir Al-Hijri: Kajian Tafsir Al-Qur'an Surat An-Nisa, 2000, Jakarta, hal. 1.
[2] Al-Kulayni, Al-Furū', min Al-Kāfiy, juz V,hal. 502.
[3] Al-Sofwah, Arsip Artikel Keluarga Sakinah : Menjaga Kebahagiaan Rumah Tangga, 2006

[4]Ahmad Warson Munawir,Kamus Al Munawir Arab Indonesia Terlengkap,Surabaya : Pustaka Progressif, Hal : 734.
[5]M.Quraish Shihab,1996,Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhui Atas Pelbagai Persoalan Umat,Bandung : Mizan, Hal : 215.
[6]Ar-Raghib Al-Isfahani, Al-Mufradat Fi Gharib Al-Qur’an oleh M.Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhui  Atas Pelbagai Persoalan Umat,Bandung :Mizan, Hal : 215,1996.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. solihat collection - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger