7 Agustus 2012

Aliran Asy'ariyah


BAB I
PENDAHULUAN
 Asy`ariyah adalah sebuah paham aqidah yang dinisbatkan kepada Abul Hasan Al-Asy`ariy. Beliau lahir di Bashrah tahun 260 Hijriyah bertepatan dengan tahun 935 Masehi. Beliau wafat di Bashrah pada tahun 324 H / 975-6 M.Awalnya Al-Asy`ari pernah belajar kepada Al-Jubba`i, seorang tokoh dan guru dari kalangan Mu`tazilah. Sehingga untuk sementara waktu, Al-Asy`ariy menjadi penganut Mu`tazilah, sampai tahun 300 H. Namun setelah beliau mendalami paham Mu`tazilah hingga berusia 40 tahun, terjadilah debat panjang antara dia dan gurunya, Al-Jubba`i dalam berbagai masalah terutama masalah Kalam. Debat itu membuatnya tidak puas dengan konsep Mu`tazilah dan dua pun keluar dari paham itu kembali ke pemahanan Ahli Sunnah Wal Jamaah.

Al-Asy`ariyah membuat sistem hujjah yang dibangun berdasarkan perpaduan antara dalil nash (naql) dan dalil logika (`aql). Dengan itu belaiu berhasil memukul telak hujjah para pendukung Mu`tazilah yang selama ini mengacak-acak eksistensi Ahlus Sunnah. Bisa dikatakan, sejak berdirinya aliran Asy`ariyah inilah Mu`tazilah berhasil dilemahkan dan dijauhkan dari kekuasaan. Setelah sebelumnya sangat berkuasa dan melakukan penindasan terhadap lawan-lawan debatnya termasuk di dalamnya Imam Ahmad bin Hanbal.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Awal mula munculnya aliran Asy’ary
Aliran Al-Asy’ariyah dibentuk oleh Abu Al-Hasan ‘Ali Ibn Isma’il Al-Asy’ari yang lahir di Basrah pada tahun 873 Masehi dan wafat pada tahun 935 Masehi. Beliau masih keturunan Abu Musa Al-Asy’ari, seorang duta perantara dalam perseteruan pasukan Ali dan Mu’awiyah.
Sejak kecil ia berguru pada syech Al-Jubba’i seorang tokoh mu’tazilah yang sangat terkenal. Ia adalah murid yang cerdas dan ia menjadi kebanggaan gurunya dan seringkali ia mewakili gurunya untuk acara bedah ilmu dan diskusi. Dengan ilmu ke-mu’tazilahannya, ia gencar menyebar luaskan paham mu’tazilah dengan karya-karya tulisnya.
Karena tidak sepaham dengan gurunya dan ketidak puasannya terhadap aliran Mu’tazilah, walaupun ia sudah menganut paham Mu’tazilah selama 40 tahun, maka ia membentuk aliran yang dikenal dengan namanya sendiri pada tahun 300 Hijriyah.Ketidak-puasan Al-Asy’ari terhadap aliran Mu’tazilah diantaranya adalah :
a.       Karena adanya keragu-raguan dalam diri Al-Asy’ari yang mendorongnya untuk keluar dari paham Mu’tazilah.Menurut Ahmad Mahmud Subhi, keraguan itu timbul karena ia menganut madzhab Syafi’i yang mempunyai pendapat berbeda dengan aliran Mu’tazilah, misalnya syafi’i berpendapat bahwa Al-Qur’an itu tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim dan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat nanti. Sedangkan menurut paham Mu’tazilah, bahwa Al-Qur’an itu bukan qadim akan tetapi hadits dalam arti baru dan diciptakan Tuhan dan Tuhan bersifat rohani dan tidak dapat dilihat dengan mata.
b.      Menurut Hammudah Ghurabah, ajaran-ajaran yang diperoleh dari Al-Juba’i, menimbulkan persoalan-persoalan yang tidak mendapat penyelesaian yang memuaskan, misalnya tentang mukmin, kafir dan anak kecil.
Puncak perselisihan antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah dalam masalah keadilan Tuhan adalah ketika Mu’tazilah tidak mampu menjawab kritik yang dilontarkan Asy’ariyah, bahwa jika keadilan mencakup iktiar, baik dan buruk logistik serta keterikatan tindakan Tuhan dengan tujuan-tujuan semua tindakan-Nya, maka pendapat ini akan bertentangan dengan ke-Esaan tindakan Tuhan (Tauhid fil Af’al) bahkan bertentang dengan ke-Esaan Tuhan itu sendiri. Karena ikhtiar menurut Mu’tazilah merupakan bentuk penyerahan ikhtiar yang ekstrim dan juga menafikan ikhtiar dari Dzat-Nya.
Dalam pandangan Asy’ariyah, Tuhan itu adil, sedangkan pandangan Mu’tazilah standar adil dan tidak adil dalam pandangan manusia untuk menghukumi Tuhan, sebab segala sesuatu yang bekenaan dengan kebaikan manusia hukumnya wajib bagi Allah.
Tetapi bagaimanapun Al-Asy’ari meninggalkan paham Mu’tazilah ketika golongan ini sedang berada dalam fase kemunduran dan kelemahan. Setelah Al-Mutawakkil membatalkan putusan Al-Ma’mun tentang penerimaan aliran Mu’tazilah sebagai madzhab Negara, kedudukan kaum Mu’tazilah mulai menurun, apalagi setelah Al-Mutawakkil mengunjukan sikap penghargaan dan penghormatan terhadap diri Ibn Hanbal, lawan Mu’tazilah terbesar waktu itu.
Dalam suasana demikianlah Al-Asy’ari keluar dari golongan Mu’tazilah dan menyusun teologi baru yang sesuai dengan aliran orang yang berpegang kuat pada hadits. Disini timbul pertanyaan, apakah tidak mungkin bahwa Al-Asy’ari meninggalkan paham Mu’tazilah karena melihat bahwa aliran Mu’tazilah tidak dapat diterima umumnya umat Islam yang bersifat sederhana dalam pemikiran-pemikiran ? Dan pada waktu itu tidak ada aliran teologi lain yang teratur sebagai gantinya untuk menjadi pegangan mereka. Dengan kata lain, tidaklah mungkin bahwa Al-Asy’ari melihat bahayanya bagi umat Islam kalau mereka ditinggalkan tidak mempunyai pegangan teologi yang teratur.
Rasanya hal inilah, ditambah dengan perasaan syak tersebut diatas yang mendorong Al-Asy’ari untuk meninggalkan ajaran-ajaran Mu’tazilah dan membentuk teologi baru setelah puluhan tahun ia menjadi penganut setia aliran Mu’tazilah.
Sebab lain ialah adanya perpecahan yang dialami kaum muslimin yang bias menghancurkan mereka kalau tidak segera diakhiri.sebagai seorang muslim yang sangat gairah terhadap keutuhan kaum muslimin ia sangat menghawatirkan al-Quran dan hadits menjadi kurban paham-paham kaum mu’tazilah, yang menurut pendapatnya tidak dapat dibenarkan, karena didasarkan atas pemujaan akal-fikiran., sebagai mana juga dikhawatirkan menjadi korban sikap ahli hadits anthropomorphosist yang hanya memegangi nas-nas dengan meninggalkan jiwanya dan hamper-hampir menyeret islam kepada kelemahan kekuatan yang tidak dapat dibenarkan agama. Al-Asy’ary karenanya mengambil jalan tengah antara golongan yang rasionalis dan golongan textualis yang ternyata jalan tersebut dapat diterima oleh mayoritas kaum muslim.
B.     Mazhab Dan Corak Pemikirannya
Dua corak yang dilihatkannya berlawanan pada diri asy’ary, tetapi sebenarnya saling melengkapi.Pertama: ia berusaha mendekati orang-orang aliran fiqih sunni, sehingga ada yang mengatakan ia bermazhab syafi’iy. Yang lain mengatakan, ia bermazhab maliki. Lainnya lagi mengatakan bahwa ia bermazhab hanbali.Kedua: adanya keinginan menjauhi aliran-aliran fiqh.
Dua hal tersebut adalah akibat pendekatan diri kepada aliran-aliran (mazhab) fiqih sunni dan keyakinan adanya kesatuan aliran-aliran tersebut dalam soal-soal kecil (furu’) karena itu menurut Al-Asy’ry, semua orang yang berijtihad adalah benar. Jadi dapat kita bedakan menjadi dua yakni :
a.       Corak teologi al Asy’ary adalah “teosentris” berpusat pada tuhan dan keadikodratinya. Sisi positif dari corak ini adalah terbebasnya dari dilema teologis seperti masalah keadilan, janji dan ancaman tuhan, nikmat, bencana, dll. Namun ada pula sisi yang kurang menguntungkan, antara lain: rendahnya status “iradah” manusia terhadap perbuatannya, yang hal ini kurang memberikan kepuasan intelektual. Menyadari masalah ini, Al-Asy’ary memang mencoba mencari jalan keluar dengan “nadhariyat al kasb”. Tetapi hasilnya, menurut sementara ahli hanyalah pengulangan dari teologi jabariyah yang disajikan dalam kemasan baru.
b.      Corak lain dari teologi al-asy’ary adalah interpretasinya terhadap teks-teks wahyu”tekstual” dengan penafsiran yang verbalistik-formalistik.
Hal ini merupakan perbedaan terpenting antara corak mu’tazilah dengan kalangan ahli hadits (dimana asy’ary merupakan pembelanya). Hingga ajaran ajaran yang dikemukakan al Asy’ ary pada gilirannya membentuk aliran teologi yang dikenal dengan nama al Asy’ariyyah. Diantara pemuka al-Asy’ariyyah yang terkenal selain Asy’ary adalah Abu Bakar al Baqillani (wafat 1013),imam al Haramain al juwany (wafat 1085), dan Abu Hamid al Ghazali (wafat 1111).
Paham kaum Asy’ariyah berlawanan dengan paham Mu’tazilah. golongan Asy’ariyah berpendapat bahwa Allah itu mempunyai sifat diantaranya, mata, wajah, tangan serta bersemayam di singgasana. Namun semua ini dikatakan la yukayyaf wa la yuhadd (tanpa diketahui bagaimana cara dan batasnya)
Aliran Asy’arimengatakan juga bahwa Allah dapat dilihat di akhirat kelak dengan mata kepala. Asy’ari menjelaskan bahwa sesuatu yang dapat dilihat adalah sesuatu yang mempunyai wujud. karena Allah mempunyai wujud ia dapat dilihat .
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dalil Asy’ariyah untuk menyakinkan pendapatnya adalah:
1.      QS. Ar-Rum ayat 25
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ تَقُومَ السَّمَاءُ وَالأرْضُ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِنَ الأرْضِ إِذَا أَنْتُمْ تَخْرُجُونَ
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur). (QS. Ar-Rum ayat 25)
2.      QS Yasiin ayat 82
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Artinya: Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia. (QS Yasiin ayat 82).
3.      QS Al-A’raaf ayat 54
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلا لَهُ الْخَلْقُ وَالأمْرُ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Artinya: Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy[548]. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam. (QS Al-A’raaf ayat 54).
4.      QS Al-Kahfi ayat 109
قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا
Artinya: Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)". (QS Al-Kahfi ayat 109).
5.      QS Al-Mukmin ayat 16
يَوْمَ هُمْ بَارِزُونَ لا يَخْفَى عَلَى اللَّهِ مِنْهُمْ شَيْءٌ لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
Artinya :(yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatupun dari Keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (lalu Allah berfirman): "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" kepunyaan Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (QS Al-Mukmin ayat 16).
C.     Perkembangan Aliran Asy’aryyah dan Tokohnya
Pendirian al-Asy’ary merupakan tali penghubung antara dua dua aliran alam fikiran islam, yaitu aliran lama (textralistist), dan aliran baru, (rasionalist). Akan tetapi sesudah wafatnya, aliran asy’ariyyah mengalami perubahan yang cepat. Kalau pada permulaan berdirinya kedudukannya hanya sebagai penghubung antara dua aliran tersebut, maka pada akhirnya aliran asy’ariyyah lebih condong pada segi akal-fikirannya semata-mata dan memberinya tempat yang lebih luas daripada nas-nas itu sendiri. Mereka sudah berani mengeluarkan keputusan, bahwa akal menjadi dasar naqal (nas) karena dengan akallah kita menetapkan adanya tuhan, pencipta alam dan yang maha kuasa.
Karena sikap tersebut, maka ahlus-sunah tidak menerima golongan asy’ariyyah’ bahkan memusuhinya, sebab dianggap sesat (bid’ah). Kegiatan mereka setelah adanya permusuhan ini menjadi berkurang.sehingga datang nizamul-mulk (wafat 485 H/ 1092 M)., ia merupakan menteri saljuk yang mendirikan dua sekolah terkenal dengan namanya, yaitu nizamiyyah di Nizabur dan bagdad, dimana hanya aliran Asy’ariyyah saja yang boleh diajarkan. Sejak itu, aliran Asy’ariyyah menjadi aliran resmi Negara, dan golongan Asy’ariyyah menjadi golongan ahlus- sunnah.Sedangkan tokoh-tokohnya sebagai berikut :
a.      Al-Baqilany ( wafat 403 H / 1013 M )
Namanya Abu Bakkar Muhammad bin Tayyib, diduga kelahiran kota Basrah, tempat kelahiran gurunya, Al-Asy’ary. Ia seorang yang cerdas otakya, simpatik dan banyak jasanya dalam pembelaan agama. Kitabnya yang terkenal adalah “at-Tahmid” (pendahuluan / persiapan).
b.      Al-Juwaini ( 419-478 H/ 1028-1085 M )
Namanya Abu al-Ma’aly bin Abdillah, dilahirkan di Nisabur, kemudian pergi ke kota Mu’askar, dan akhirnya sampai ke negara Bagdad. Ia mengikuti jejaknya Al-Baqilany dan Al-Asy’ary dalam menjujung setinggi-tingginya akal-fikiran, suatu hal yang menjadikan marahnya para ahli-ahli hadist. Akhirnya ia sendiri terpaksa meninggalkan Bagdad menuju Hijaz dan bertempat tinggal di Mekkah dan Madinah untuk mengajarkan pelajaran disana. Karena itu ia mendapat gelar “Imam Al-Haramain” ( Imam kedua tanah suci, Makkah dan Madinah ) setelah Nizamul-Mulk memegang pemerintahan dan mendirikan sekolah Nizamiyah di Nisabur al-Juwaini diminta kembali ke negerinya tersebut untuk memberikan pelajaran disana.
c.       Al-Ghazali ( 450-505 H )
Nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Dilahirkan di kota Tus, sebuah kota di negeri Khurasan. Gurunya antara lain Al-Juwaini, sedang jabatan yang pernah dipegagnya adalah mengajar di sekolah Nizamiyah Bagdad.
Al-Ghazali adlah salah seorang ahli fikir Islam terkenal dan yang paling besar pengaruhnya. Kegiatan ilmiyahnya meliputi berbagai lapangan, antara lain logika, jadal ( ilmu berdebat ), fiqh dan ushulnya, ilmu kalam, filsafat dan tasawuf. Kitab-kitab yang dikarangnya banyak sekali, berbahasa Arab dan Persi.
Kedudukan Al-Ghazali dalam aliran Asy’ariyyah sangat penting, karena ia telah meninjau semua persoalan yang pernah ada dan memberikan pendapat-pendapatnya yang hingga kini masih dipegangi Ulam-ulama Islam, yang karenanya ia mendapatkan julukan “Hujjatul Islam”.
d.      As-Sanusy ( 833-895 H / 1427-1499 )
Nama lengkapnya Abu Abdillah bin Muhammad bin Yusuf. Dilahirkan di Tilasam, sebuah kota di Al-Jazair. Ia belajar pada ayahnya sendiri dan orang-orang lain terkemuka di negaarnya, kemudian ia melanjutkan pelajaranya di kota Al-Jazair pada seorang alim yang bernama Abd. Rahman ats-Tsa’laby.
Ulama Maghrib menganggap ia sebagai pembangun Islam, karena jasa dan karyanya yang banyak dalam lapangan kepercayaan (aqa’id) dan ketuhanan (ilmu Tauhid).

D.    Penyebab keluarnya Al-Asy’ari dari aliran Mu’tazillah

Penyebab keluarnya Al-Asy’ari dari aliran Mu’tazillah antara lain:
  1. Pengakuan Al-Asy’ari telah bertemu Rasulullah SAW sebanyak 3 kali. yakni pada malam ke-10, ke-20 dan ke-30 bulan Ramadhan. dalam mimpinya itu Rasulullah memperingatkannya agar meninggalkan paham Mu’tazillah .
  2. Al-Asy’ari merasa tidak puas terhadap konsepsi aliran Mu’tazilahdalam soal – soal perdebatan yang telah ditulis diatas.
  3. Karena kalau seandainya Al-Asy’ari tidak meninggalkan aliran Mu’tazillah maka akan terjadi perpecahan dikalangan kaum muslimin yang bisa melemahkan mereka
Al-Asy’ari sebagai orang yang pernah menganut paham Mu’tazillah, tidak dapat menjauhkan diri dari pemakaian akal dan argumentasi pikiran. ia menentang dengan kerasnya mereka yang mengatakan bahwa akal pikiran dalam agama atau membahas soal-soal yang tidak pernah disinggung oleh Rasulullah merupakan suatu kesalahan.
Dalam hal ini ia juga mengingkari orang yang berlebihan menghargai akal pikiran, karena tidak mengakui sifat-sifat Tuhan. Beberapa pendapat Al-Asy’ari adalah tentang :

a.       Sifat
Al-Asy’ari mengakui sifat-sifat Tuhan (Wujud, qidam, baqa, wahdania, sama’, basyar, dll), sesuai dengan czat Tuhan itu sendiri dan sama sekali tidak menyerupai sufat – sifat makhluk. Tuhan dapat mendengar tetapi tidak seperti kita, mendengar dan seterusnya.
b.      Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan manusia.
Al-Asy’ari mengatakan bahwa manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa untuk memperoleh sesuatu perbuatan.
c.       Melihat Tuhan pada hari kiamat.
Al-Asy’ari mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat, tetapi tidak menuntut cara tertentu dan tidak pula arah tertentu. Al-Maturidi mengatakan juga bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Firman Allah dalam QS Al-Qiyamah ayat 22 dan 23: 
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ۞إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Artinya :Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (QS Al-Qiyamah ayat 22 dan 23)
d.      Dosa besar
Al-Asy’ari mengatakan bahwa orang mukmin yang mengesakan Tuhan tetapi fasik, terserah kepada Tuhan, apakah akan diampuni-Nya dan langsung masuk syurga atau akan dijatuhi siksa karena kefasikannya, tetapi dimasukkan-Nya kedalam surga .

BAB III
KESIMPULAN


Setelah pembahasan pemaparan-pamparan diatas kiranya dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa:
Dalam pandangan Asy’ariyah, Tuhan itu adil, sedangkan pandangan Mu’tazilah standar adil dan tidak adil dalam pandangan manusia untuk menghukumi Tuhan, sebab segala sesuatu yang bekenaan dengan kebaikan manusia hukumnya wajib bagi Allah.
Dua corak yang dilihatkannya berlawanan pada diri asy’ary, tetapi sebenarnya saling melengkapi. Pertama: ia berusaha mendekati orang-orang aliran fiqih sunni, sehingga ada yang mengatakan ia bermazhab syafi’iy. Yang lain mengatakan, ia bermazhab maliki. Lainnya lagi mengatakan bahwa ia bermazhab hanbali.Kedua: adanya keinginan menjauhi aliran-aliran fiqh. Pada dasarnya aliran asy’ariyyah berupaya mengambil jalan tengah antara aliran Qadariyah dan jabariyah. Dalam perimbangannya aliran ini sangat besar pengaruhnya ketika muncul tokoh Al-Asyari yang sangat handal yaitu Al- Ghazali yang memiliki kepribadian yang sangat baik dan kemampuan intelektual yang dapat diandalkan sehingga dapat mengendalikan dan membawa aliran ini ke puncak kejayaan.
Pada akhirnya aliran ahli sunnah waljamaah atau aliran sunni ini berkembang ke seluruh penjuru dunia islam dengan proses yang sangat panjang.
 
DAFTAR PUSTAKA




Abdul Rozak. Ilmu kalam. Pustaka setia; bandung. 2007
Ahmad Hanafi M.A. Theology Islam (ilmu kalam)
Drs. HMS.Prodjodikoro, Aliran-aliran dalam ilmu kalam
Hanafi, Pengantar Teologi Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta. 2003
http//:www.india onech.co.cc
Prof. Dr. Nasution Harun, Teologi Islam (aliran-aliran sejarah analisa perbandingan)
Salihun A. Nasir. Pengantar Ilmu Kalam. Raja Grafindo Persada; Jakarta. 1996



1 komentar:

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. solihat collection - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger